Book Review
Pengenalan Awal Sosiologi Agama
Thomas F. O’Dea. Sosiologi Agama. PT Raja Grafindo Persada, Yogyakarta. 1995. ISBN 979-421-130-3
Menik Trisnawati. 1210067. Fisika III B
Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi seluruh sistem sosial. Perbandingan lembaga/ aktifitas keagamaan dengan lembaga/ aktifitas sosial lain menunjukan bahwa agama dalam pautannya berhubungan dengan masalah yang tidak diraba (the beyond) merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan bagi masalah pokok manusia. Namun kenyataannya lembaga keagamaan adalah menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, mencakup aspek penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan. (hal 2)
Agama menunjukkan seperangkat aktifitas manusia dan sejumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting. Thomas F. O’Dea dalam bukunya sosiologi agama menulis bahwa banyak hal penting dalam perkembangan penelitian sosiologi agama sangat dipengaruhi oleh sudut pandang sosiologis yang dikenal sebagi teori fungsional. Dalam masalah ini agama merupakan salah bentuk perilaku manusia yang sudah terlembaga. Maka timbul pertanyaan sejauh manakah lembaga keagaamaan seperti halnya lembaga sosial yang mempunyai fungsi manifes dan laten, dalam memelihara keseimbangan seluruh sistem sosial? (hal 4)
Teori fungsional melihat kebudayaan bagi manusia merupakan kreasi dunia penyesuaian dan kemaknaan, dalam konteks mana kehidupan manusia dapat dijalankan dengan penuh arti. Sedang dalam konteks teori fungsional kepribadian yaitu sejauh manakah agama mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Kebudayaan, sistem sosial dan kepribadian merupakan tiga aspek dari suatu kompleks(Hal 6)
Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi penting sehubungan dengan unsur – unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memeang merupakan karakteristik fundamental kondisi manusia. Dalam hal ini fungsi agama ialah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tak terjangkau oleh manusia (beyond), dalam arti dimana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia untuk mempertahankan moralnya. (hal. 26)
Teori fungsional menyediakan suatu jalan masuk yang bermanfaat untuk memahami agama sebagai fenomena sosial yang universal. Agama memberi kebudayaan sebagai tepat berpijak yang berada diluar pembuktian empiris atau tidak terbukti, atas dasar mana yang tertinggi yang dipostulatkan. Makna yang tinggi ini memberikan tolakan dasar bagi tujuan dan aspirasi manusia yang karea itu membangkitkan sikap kagum yang memungkinkan kesesuaian yang sinambung dan efektif dengan nilai dan tujuan kebudayaan itu sndiri. Agama memberikan sumbangan pada sistem sosial dalam arti pada titik kritis pada saat manusia menghadapi ketidakpastian dan ketidakberdayaan, agama menawarkan jawaban terhadap masalah makna. Agama menyediakan sarana untuk menyesuaikan diri degan frustasi karena kecewa, apakah itu berasal dari kondisi manusia ataupun dari susunan kelembagaan masyarakat. Fungsi agama bagi kepribadian manusia ialah menyediakan dasar pokok yang menjamin usaha dan kehidupan yang menyeluruh, dan menawarkan jalan keluar bagi kebutuhan dan rasa haru serta penawar bagi emosi manusia. (hal 31)
Para ahli teori fungsional telah menekankan sumbangan yang diberikan agama demi kesinambungan masyarakat, khususnya yang tidak disengaja oleh pelaku manusia yang terlibat. Fungsi aten positif hanya menunjukkan salah satu pengaruh agama terhadap masyarakat. Sedang para ahli sejarah dan filosof sosial menunjukkan bahwa agama sering mempunyai efek negatif terhadap kesejahteraan masyarakat dan individu. Isu-isu keagamaan menjadi salah sat masalah penyebab perang, keyakinan agama hanya menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya. Sebagaimana dinyatakan Jonathan Swift; “kita mempunyai cukup agama hanya untuk membuat kita membenci, namuntidak cukup untuk membuat saling mencintai”. (hal 139).
Dalam bukunya sosialogi agama, Thomas F. O’Dea menyatakan bahwa apa yang dimaksud sebagai tujuan agama adalah apa yang dilakukan oleh agama terhadap individu dan masyarakat. Yang dimaksud dengan tujuan agama adalah “apa yang dimaksudkan seseorang dalam perilaku agamanya”. Fungsi dan tujuan ini dapat bersifat manifes atau laten. Fungsi manifes ialah fungsi yang disadari, bukan yang tidak disengaja oleh pelaku manuusia. Fungsi laten ialah fungsi yang tidak disadari dan karena itu tidak disengaja oleh pelaku. Tujuan manifes menunjuk pada apa yang dimaksudkan oleh pelaku secara sadar: sedang tujuan laten menunjuk pada “pelaksanaan kebutuhan dan motivasi-motivasi yang sangat tidak disadari dan diakui oleh pelaku”. (hal 140)
Disfungsi agama, kekaburan hubungan antara agama dengan masyarakat, dan peranan agama dalam melahirkan serta memperbesar konflik sosial secara keseluruhan dipersulit oleh kenyataan bahwa pelembagaan agama itu sendiri menghasilkan seperangkat dilema yang secara struktural inheren. Dilema itu dianggap sebagai ciri khas perkembangan organisasi keagamaan dan dari sinilah sejumlah penyebab kendala internal dan fungsional. Dilema-dilema tersebut adalah dilema motivasi, dilema simbolis, dilema tertib administrasi, dilema pembatasan, dan dilema kekuasaan. Kelima dilema tersebut merupakan sumber penting bagi ketegangan dan pertikaian. (hal 186)
Dari ulasan yang saya dapatkan setelah membaca buku sosiologi agama karya Thomas F. O’Dea, ada beberapa hal perlu dianalisis dari buku tersebut. Yaitu apakah agama mempunyai peranan penting dalam masyarakat dan mengapa? Terlepas dari disfungsi yang disebabkan agama dalam perkembangan nilai-nilai baru masyarakat, agama (baca: Islam) dan masyarakat adalah lebih merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan karena agama (baca: Islam) akan memberikan pengaruh dalam masyarakat tersebut yang akhirnya ketika agama dilaksanakan oleh setiap individu dengan konsekuen akan melahirkan sebuah tatanan masyarakat yang kita cita-citakan dan idamkan bersama.
Kontribusi yang bisa diberikan oleh buku sosiologi agama karya Thomas F. O’Dea adalah sangat bermanfaat bagi pembaca dari kalangan mahasiswa sosial, atau peneliti sosial terutama mengenai penelitian agama dan masyarakat, perannya, fungsinya, dan pengaruhnya. Karena tulisan dalam buku ini sangat mendetail dan menyeluruh meski kurang obyektif karena yang disorot hanya perkembangan agama menurut sejarah barat saja.
Kamis, 06 Oktober 2011
Senin, 05 September 2011
Surat dari anak yang diaborsi
assalamu'alaikum warahmatullahi wabarrakatuh
Teruntuk Bundaku tersayang...
...
Dear Bunda...
Bagaimana kabar bunda hari ini? Smoga bunda baik-baik saja...nanda juga di sini baik-baik saja bunda... Allah sayang banget deh sama nanda. Allah juga yang menyuruh nanda menulis surat ini untuk bunda, sebagai bukti cinta nanda sama bunda....
Bunda, ingin sekali nanda menyapa perempuan yang telah merelakan rahimnya untuk nanda diami walaupun hanya sesaat...
Bunda, sebenarnya nanda ingin lebih lama nebeng di rahim bunda, ruang yang kata Allah paling kokoh dan paling aman di dunia ini, tapi rupanya bunda tidak menginginkan kehadiran nanda, jadi sebagai anak yang baik, nanda pun rela menukarkan kehidupan nanda demi kebahagiaan bunda. Walaupun dulu, waktu bunda meluruhkan nanda, sakit banget bunda....badan nanda rasanya seperti tercabik-cabik... dan keluar sebagai gumpalan darah yang menjijikan apalagi hati nanda, nyeri, merasa seperti aib yang tidak dihargai dan tidak diinginkan.
Tapi nanda tidak kecewa kok bunda... karena dengan begitu, bunda telah mengantarkan nanda untuk bertemu dan dijaga oleh Allah bahkan nanda dirawat dengan penuh kasih sayang di dalam syurga Nya.
Bunda, nanda mau cerita, dulu nanda pernah menangis dan bertanya kepada Allah, mengapa bunda meluruhkan nanda saat nanda masih berupa wujud yang belum sempurna dan membiarkan nanda sendirian di sini? Apa bunda tidak sayang sama nanda? Bunda tidak ingin mencium nanda? Atau jangan-jangan karena nanti nanda rewel dan suka mengompol sembarangan? Lalu Allah bilang, bunda kamu malu sayang... kenapa bunda malu? karena dia takut kamu dilahirkan sebagai anak haram... anak haram itu apa ya Allah? Anak haram itu anak yang dilahirkan tanpa ayah... Nanda bingung dan bertanya lagi sama Allah, ya Allah, bukannya setiap anak itu pasti punya ayah dan ibu? Kecuali nabi Adam dan Isa? Allah yang Maha Tahu menjawab bahwa bunda dan ayah memproses nanda bukan dalam ikatan pernikahan yang syah dan Allah Ridhoi. Nanda semakin bingung dan akhirnya nanda putuskan untuk diam.
Bunda, nanda malu terus-terusan nanya sama Allah, walaupun Dia selalu menjawab semua pertanyaan nanda tapi nanda mau nanyanya sama bunda aja, pernikahan itu apa sih? Kenapa bunda tidak menikah saja dengan ayah? Kenapa bunda membuat nanda jadi anak haram dan mengapa bunda mengusir nanda dari rahim bunda dan tidak memberi kesempatan nanda hidup di dunia dan berbakti kepada bunda? Hehe,,,maaf ya bunda, nanda bawel banget... nanti saja, nanda tanyakan bunda kalau kita ketemu
Oh ya Bunda, suatu hari malaikat pernah mengajak jalan-jalan nanda ke tempat yang katanya bernama neraka. Tempat itu sangat menyeramkan dan sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal nanda di syurga. Di situ banyak orang yang dibakar pake api lho bunda...minumnya juga pake nanah dan makannya buah-buahan aneh, banyak durinya...yang paling parah, ada perempuan yang ditusuk dan dibakar kaya sate gitu, serem banget deh bunda.
Lagi ngeri-ngerinya, tiba-tiba malaikat bilang sama nanda, Nak, kalau bunda dan ayahmu tidak bertaubat kelak di situlah tempatnya...di situlah orang yang berzina akan tinggal dan disiksa selamanya. Seketika itu nanda menangis dan berteriak-teriak memohon agar bunda dan ayah jangan dimasukkan ke situ.... nanda sayang bunda... nanda kangen dan ingin bertemu bunda... nanda ingin merasakan lembutnya belaian tangan bunda dan nanda ingin kita tinggal bersama di syurga... nanda takut, bunda dan ayah kesakitan seperti orang-orang itu...
Lalu, dengan lembut malaikat berkata... nak,kata Allah kalau kamu sayang, mau bertemu dan ingin ayah bundamu tinggal di syurga bersamamu, tulislah surat untuk mereka... sampaikan berita baik bahwa kamu tinggal di syurga dan ingin mereka ikut, ajaklah mereka bertaubat dan sampaikan juga kabar buruk, bahwa jika mereka tidak bertaubat mereka akan disiksa di neraka seperti orang-orang itu.
Saat mendengar itu, segera saja nanda menulis surat ini untuk bunda, menurut nanda Allah itu baik banget bunda.... Allah akan memaafkan semua kesalahan makhluk Nya asal mereka mau bertaubat nasuha... bunda taubat ya? Ajak ayah juga, nanti biar kita bisa kumpul bareng di sini... nanti nanda jemput bunda dan ayah di padang Mahsyar deh... nanda janji mau bawain minuman dan payung buat ayah dan bunda, soalnya kata Allah di sana panas banget bunda... antriannya juga panjang, semua orang sejak jaman nabi Adam kumpul disitu... tapi bunda jangan khawatir, Allah janji, walaupun rame kalo bunda dan ayah benar-benar bertaubat dan jadi orang yang baik, pasti nanda bisa ketemu kalian.
Bunda, kasih kesempatan buat nanda ya.... biar nanda bisa merasakan nikmatnya bertemu dan berbakti kepada orang tua, nanda juga mohon banget sama bunda...jangan sampai adik-adik nanda mengalami nasib yang sama dengan nanda, biarlah nanda saja yang merasakan sakitnya ketersia-siaan itu. Tolong ya bunda, kasih adik-adik kesempatan untuk hidup di dunia menemani dan merawat bunda saat bunda tua kelak.
Sudah dulu ya bunda... nanda mau main-main dulu di syurga.... nanda tunggu kedatangan ayah dan bunda di sini... nanda sayang banget sama bunda....muach!
Sumber : http://www.facebook.com/pages/CinLal-Cinta-Yang-Halal/222358621124629?sk=wall
Sabtu, 16 Juli 2011
POTENSIAL ZETA
1. Pengertian
Zeta Potential adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Makin tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi/ (peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar). Dengan mengurangi nilai potensial zeta maka memungkinkan partikel untuk saling tarik menarik dan terjadi flokulasi.
Yang disebut sebagai zeta potensial adalah area yang menunjukkan adanya beda potensial antara Stern Layer dan Difuse Layer dari koloid. Yang disebut Stern Layer adalah lapisan kuat ion positif yang berdekatan dengan lapisan negatif dari koloid. Sedang Difus Layer adalah keseimbangan dinamik antara ion positif dan ion negatif tersebut. Kedua lapisan tersebut digunakan untuk menerangkan distribusi dari ion-ion di sekeliling partikel koloid.
2. Mekanisme Potensial Zeta
Secara teoritis konsep potensial zeta dijelaskan dalam teori DLVO. Teori ini dikembangkan oleh ilmuwan Derjaguin, Verwey, Landau dan Overbeek bahwa stabilitas dispersi koloid tergantung pada potensial zeta. Potensi zeta menunjukkan tingkatan tolak menolak antara partikel yang bermuatan sama yang saling berdekatan.
Pada sistem koloid, nilai potensial zeta yang tinggi akan memberikan stabilitas larutan untuk menolak agregasi. Sebaliknya, ketika nilai potensial zeta rendah maka daya tarik menarik muatan antar partikel dispersi melebihi daya tolak menolaknya hingga terjadi flokulasi. Jadi koloid dengan dengan nilai potensial zeta tinggi adalah elektrik stabil. Sedangkan koloid dengan nilai potensial rendah cenderung akan mengental/ flokulasi.
3. Kegunaan Potensial Zeta
Untuk mengetahui kestabilan suatu larutan
Untuk memprediksi morfologi permukaan suatu partikel
Untuk mengetahui muatan permukaan (surface charge)
4. Hubungan antara mobilitas partikel dengan potensial zeta
Elektroforesis digunakan untuk memperkirakan potensial zeta dari partikel. Dalam prakteknya potensial zeta larutan diukur dengan menerapkan medan listrik di seluruh larutan. Partikel dalam larutan dengan potensial zeta akan bermigrasi menuju elektroda dengan muatan berbeda, dimana kecepatannya sebanding dengan besarnya potensi zeta.
5. Potensial Zeta dalam Medium Polar dan Non Polar
Dispersi koloid dalam air secara umum terbagi menjadi 2 (dua) yaitu bersifat hidrofilik dan bersifat hidrofobik.
1. Sifat hidrofilik (Polar)
Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi lebih kuat, sehingga koloid sulit dipisahkan dengan air. Koloid – koloid bermuatan tak sejenis saling tarik menarik melebihi daya tolak menolaknya sehingga terjadi flokulasi. Terjadinya flokulasi menunjukkan potensi perubahan potensi zeta yang rendah, dan kemungkinan tak ada kelebihan muatan dipermukaan.
2. Sifat hidrofobik (Non Polar)
Kestabilan sistem koloid hidrofobik disebabkan adanya fenomena hidrasi, yaitu suatu keadaan dimana molekul-molekul air tertarik oleh permukaan koloid, sehingga menyebabkan terhalangnya kontak antara koloid yang satu dengan lainnya. Koloid bermuatan negatif menarik ion positif dari molekul air pada permukaan, membentuk lapisan pelindung dari air di sekelilingnya. Lapisan molekul air diatas permukaan partikel menghindari partikel langsung bergabung dengan partikel lain dan tidak bisa mendekati partikel yang muatannya berlawanan dan mempunyai daya tarik.
Kelebihan muatan negatif pada permukaan mengakibatkan gaya tolak menolak sehingga memungkinkan tidak terjadinya flokulasi antar koloid.
6. Aplikasi Potensial Zeta
Dalam industri kertas dengan mengurangi nilai potensi zeta mendekati nol, akan memungkinkan partikel pulp mendekat satu sama lain dan terjadi flokulasi. Dengan mengetahui nilai potensial zeta juga dapat diperhitungkan besar energi untuk menyatukan partikel pulp tersebut.
Dalam pengolahan limbah dari pabrik kimia, dengan melakukan pengukuran potensial zeta terhadap aliran buangan akan membuat kondisi pengolahan limbah menjadi lebih optimal.
MAKALAH KIMIA DASAR
POTENSIAL ZETA
Dosen Pengampu : Nur Komariyah, S.T., M. Si
Disusun oleh Kelompok III:
1. Menik Trisnawati
2. Muhamad Romadhon
3. Muji Tuwuh
4. Siti Najiah
5. Sumarni
6. Tri Utami
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
WONOSOBO
2011
1. Pengertian
Zeta Potential adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Makin tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi/ (peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar). Dengan mengurangi nilai potensial zeta maka memungkinkan partikel untuk saling tarik menarik dan terjadi flokulasi.
Yang disebut sebagai zeta potensial adalah area yang menunjukkan adanya beda potensial antara Stern Layer dan Difuse Layer dari koloid. Yang disebut Stern Layer adalah lapisan kuat ion positif yang berdekatan dengan lapisan negatif dari koloid. Sedang Difus Layer adalah keseimbangan dinamik antara ion positif dan ion negatif tersebut. Kedua lapisan tersebut digunakan untuk menerangkan distribusi dari ion-ion di sekeliling partikel koloid.
2. Mekanisme Potensial Zeta
Secara teoritis konsep potensial zeta dijelaskan dalam teori DLVO. Teori ini dikembangkan oleh ilmuwan Derjaguin, Verwey, Landau dan Overbeek bahwa stabilitas dispersi koloid tergantung pada potensial zeta. Potensi zeta menunjukkan tingkatan tolak menolak antara partikel yang bermuatan sama yang saling berdekatan.
Pada sistem koloid, nilai potensial zeta yang tinggi akan memberikan stabilitas larutan untuk menolak agregasi. Sebaliknya, ketika nilai potensial zeta rendah maka daya tarik menarik muatan antar partikel dispersi melebihi daya tolak menolaknya hingga terjadi flokulasi. Jadi koloid dengan dengan nilai potensial zeta tinggi adalah elektrik stabil. Sedangkan koloid dengan nilai potensial rendah cenderung akan mengental/ flokulasi.
3. Kegunaan Potensial Zeta
Untuk mengetahui kestabilan suatu larutan
Untuk memprediksi morfologi permukaan suatu partikel
Untuk mengetahui muatan permukaan (surface charge)
4. Hubungan antara mobilitas partikel dengan potensial zeta
Elektroforesis digunakan untuk memperkirakan potensial zeta dari partikel. Dalam prakteknya potensial zeta larutan diukur dengan menerapkan medan listrik di seluruh larutan. Partikel dalam larutan dengan potensial zeta akan bermigrasi menuju elektroda dengan muatan berbeda, dimana kecepatannya sebanding dengan besarnya potensi zeta.
5. Potensial Zeta dalam Medium Polar dan Non Polar
Dispersi koloid dalam air secara umum terbagi menjadi 2 (dua) yaitu bersifat hidrofilik dan bersifat hidrofobik.
1. Sifat hidrofilik (Polar)
Sifat hidrofilik menyebabkan ikatan koloid dengan air menjadi lebih kuat, sehingga koloid sulit dipisahkan dengan air. Koloid – koloid bermuatan tak sejenis saling tarik menarik melebihi daya tolak menolaknya sehingga terjadi flokulasi. Terjadinya flokulasi menunjukkan potensi perubahan potensi zeta yang rendah, dan kemungkinan tak ada kelebihan muatan dipermukaan.
2. Sifat hidrofobik (Non Polar)
Kestabilan sistem koloid hidrofobik disebabkan adanya fenomena hidrasi, yaitu suatu keadaan dimana molekul-molekul air tertarik oleh permukaan koloid, sehingga menyebabkan terhalangnya kontak antara koloid yang satu dengan lainnya. Koloid bermuatan negatif menarik ion positif dari molekul air pada permukaan, membentuk lapisan pelindung dari air di sekelilingnya. Lapisan molekul air diatas permukaan partikel menghindari partikel langsung bergabung dengan partikel lain dan tidak bisa mendekati partikel yang muatannya berlawanan dan mempunyai daya tarik.
Kelebihan muatan negatif pada permukaan mengakibatkan gaya tolak menolak sehingga memungkinkan tidak terjadinya flokulasi antar koloid.
6. Aplikasi Potensial Zeta
Dalam industri kertas dengan mengurangi nilai potensi zeta mendekati nol, akan memungkinkan partikel pulp mendekat satu sama lain dan terjadi flokulasi. Dengan mengetahui nilai potensial zeta juga dapat diperhitungkan besar energi untuk menyatukan partikel pulp tersebut.
Dalam pengolahan limbah dari pabrik kimia, dengan melakukan pengukuran potensial zeta terhadap aliran buangan akan membuat kondisi pengolahan limbah menjadi lebih optimal.
MAKALAH KIMIA DASAR
POTENSIAL ZETA
Dosen Pengampu : Nur Komariyah, S.T., M. Si
Disusun oleh Kelompok III:
1. Menik Trisnawati
2. Muhamad Romadhon
3. Muji Tuwuh
4. Siti Najiah
5. Sumarni
6. Tri Utami
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
WONOSOBO
2011
Sabtu, 02 Juli 2011
Kamis, 23 Juni 2011
#sastra-pembebasan# Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher
#sastra-pembebasan# Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher
Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher
Jakarta, 5 Maret 1985
Salam,
Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat
K. Mihardja untuk teman-teman (sarjana) Australia yang dilampirkan.
Terimakasih. Lampiran itu memang mengagetkan, apalagi
menyangkut-nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat kaum
manikebuis pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa
ada serangan sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang
sebenarnya lecet pun mereka tidak menderita sedikit pun. Total jendral
dari semua yang dialami oleh kaum manikebuis dalam periode terganggu
kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan,
penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang
Pram. Setelah mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan
meminjam kata-kata dalam surat terbuka tsb.: "All forgotten and
forgiven" dan revisiannya: "We've forgiven but not forgotten." Saya
hanya bisa mengelus dada. Kemunafikan dan keangkuhan dalam paduan yang
tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan
Bung sendiri tahu, perkembangan sosial- budaya-politik--di sini
Indonesia--bukan semata-mata ulah perorangan, lebih banyak satu
prosedur nasional dalam mendapatkan identitas nasional dan mengisi
kemerdekaan. Tak seorang pun di antara para manikebuis pernah
menyatakan simpati--jangan bayangkan protes--pada lawannya yang
dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. Misalnya terhadap
seniman nasional Trubus. Japo[?] Lampong. Apalagi seniman daerah yang
tak masuk hitungan mereka. Di mana mereka sekarang. Di mana itu
pengarang lagu Genjer-genjer? Soekarno mengatakan: Yo sanak, yo
kadang, yen mati m[?a]lu kelangan. Yang terjadi adalah-- masih
menggunakan suasana Jawa: tego larane, tego patine.
Masalah pokok pada waktu itu sederhana saja: perbenturan antara dua
pendapat; revolusi sudah atau belum selesai. Yang lain-lain adalah
masalah ikutan daripadanya. Saya sendiri berpendapat, memang belum
selesai. Buktinya belum pernah muncul sejarah revolusi Indonesia.
Karena memang belum ada distansi dengannya. Belum merupakan kebulatan
yang selesai. Maka para sejarawan takut. Malah kata revolusi nasional
cenderung dinamai dan dibatasi sebagai perang kemerdekaan.
Pertentangan manikebu dan pihak kami dulu tidak lain cuma soal
polemik. Memang keras, tapi tak sampai membunuh, kan? Kan itu memang
satu jalan untuk mendapatkan kebenaran umum, yang bisa diterima oleh
umum? Bahwa pada waktu itu terjadi teror yang dilakukan oleh
orang-orang Lekra sebagaimana dituduhkan sekarang, betul- betul saya
belum bisa diyakinkan. Beb Vuyk dalam koran Belanda menuduh: teror
telah dilakukan orang-orang Lekra terhadap beberapa orang, antaranya
Bernard IJzerdraad. Waktu ia datang ke Indonesia dan menemuinya
sendiri, IJzerdraad menjawab tidak pernah diteror. Dan Beb Vuyk tidak
pernah mengkoreksi tulisannya. Beb Vuyk sendiri meninggalkan Indonesia
setelah kegagalan pemberontakan PRRI-Permesta, kemudian minta
kewarganegaraan Belanda. Mungkin ia merasa begitu pentingnya bagi
Indonesia sehingga dalam usianya yang sudah lanjut merasa
berkepentingan untuk mendirikan kebohongan terutama untuk menyudutkan
saya. pada hal dalam polemik-polemik tsb. saya hanya menggunakan hak
saya sebagai warganegara merdeka untuk menyatakan pendapat. Dan saya
sadari hak saya. Seperti sering kali saya katakan: kewarganegaraan
saya peroleh dengan pergulatan bukan hadiah gratis.
Dan apa sesungguhnya kudeta gagal G-30S/PKI itu? Saya sendiri tidak
tahu. Sekitar tanggal 24 bulan lalu saya menerima fotokopi dari
seorang wartawan politik Eropa dari Journal of Contemporary Asia,
tanpa nomor dan tanpa tahun, berjudul: "Who's Plot--New Light on the
1965 Events," karangan W.F. Wertheim. Itulah untuk pertama kali saya
baca uraian dari orang yang tak berpihak. Juga itu informasi pertama
setelah 20 tahun belakangan ini. Rupa-rupanya karena ketidaktahuan
saya itu saya harus dirampas dari segala-galanya selama 14 tahun 2
bulan + hampir 6 tahun tahanan kota (tanpa pernyataan legal), tanpa
pernah melihat dewan hakim yang mendengarkan pembelaan saya. Memang
sangat mahal harga kewarganegaraan yang harus saya bayar. Maka juga
kewarganegaraan saya saya pergunakan semaksimal mungkin. Itu pun masih
ada saja orang yang tidak rela. Juga surat pada Bung ini saya tulis
dengan menjunjung tinggi harga kewarganegaraan saya.
Sekarang akan saya tanggapi tulisan A.K.M. Ia tidak ada di Indonesia
waktu meletus peristiwa 1965 itu. Tetapi saya sendiri mengalami. Saya
akan ceritakan sejauh saya alami sendiri, untuk tidak membuat terlalu
banyak kesalahan.
Pada 1 Oktober 1965 pagihari saya dengar dari radio adanya gerakan
Untung. Kemudian berita tentang susunan nama Dewan Revolusi. Sebelum
itu pengumuman naik pangkat para prajurit yang ikut dalam gerakan
Untung dan penurunan pangkat bagi mereka yang jadi perwira di atas
letkol. Sudah pada waktu itu saya terheran-heran, kok belum-belum
sudah mengurusi pangkat? Ini gerakan apa, oleh siapa? Saya lebih
banyak di rumah daripada tidak. Kerja rutine ke luar rumah adalah
dalam rangka menyiapkan Lentera dan mengajar pada Res Publika. Dan
sangat kadang-kadang ke pabrik pensil di mana saya "diangkat" jadi
"penasihat." Jadi di rumah itu saja saya "ketahui" beberapa hal yang
terjadi dari suara-suara luar yang datang. Mula-mula datang Abdullah
S.P., itu penantang Hamka, waktu itu baru saja bekerja di sebuah surat
kabar Islam yang baru diterbitkan, dan yang sekarang saya lupa
namanya. Ia mengatakan merasa tidak aman dan hendak mengungsi ke
tempatku. Saya keberatan, karena memang tidak tahu situasi yang
sesungguhnya. Seorang pegawai tatausaha Universitas Res Publika datang
ke rumah menyerahkan honor, dan mengatakan Universitas ditutup karena
keadaan tidak aman. Ia menyerahkan honor lipat dari biasanya. Beberapa
hari kemudian datang pegawai dari pabrik pensil, juga menyerahkan
honor, juga lipat dari biasanya, karena pabrik terpaksa ditutup,
keadaan gawat. Kemudian datang seorang teman yang memberitakan, rumah
Aidit dibakar, demikian juga beberapa rumah lain. Ia juga memberitakan
tentang cara massa bergerak. Mereka menyerang rumahtangga orang,
kemudian datang para petugas berseragam yang tidak melindungi malah
menangkap yang diserang. "Saya yakin Bung akan diperlakukan begitu
juga," katanya. Soalnya apa dengan saya? tanyaku. "Kesalahan bung,
karena bung tokoh." Itu saja? Tempatku di sini, kataku akhirnya.
Seorang penjahit, yang pernah dibisiki larangan menjahitkan pakaian
saya oleh tetangga anggota PNI-- penjahit itu juga
tetangga--menawarkan tempat aman pada saya nun di Brebes (kalau saya
tidak salah ingat). Saya ucapkan terimakasih. Mengherankan betapa
orang lain dapat melihat, keamananku dalam ancaman. Seorang teman lain
datang dan menganjurkan agar saya lari. Mengapa lari? tanya saya. Apa
yang saya harus larikan? Diri saya? dan mengapa?
Kemudian datang seorang pengarang termuda yang saya kenal. Biasanya ia
langsung masuk ke belakang dan membuka sendiri lemari makan. Ia tidak
mengulangi kebiasaannya. Tingkahnya menimbulkan kecurigaan. Saya masih
ingat kata- kata yang saya ucapkan kepadanya: saya seorang diri dari
dulu, kalau pengeroyok memang hendak datangi saya akan saya hadapi
seorang diri; tempat saya di sini.
Keadaan makin lama makin gawat. Isteri saya baru dua bulan melahirkan.
adalah tepat bila ia dan anak-anak untuk sementara menginap di rumah
mertua. Papan nama saya, dari batu marmer, bertahun-tahun hanya
tergeletak, sengaja saya pasang di tembok depan dengan lebih dahulu
memahat tembok. Sebagai pernyataan: saya di sini, jangan nyasar ke
alamat yang salah.
Di tempat lain isteri kedua mertua saya mengadakan selamatan untuk
keselamatan saya. Sementara itu saya tetap tinggal di rumah menyiapkan
ensiklopedi sastra Indonesia. Dalam keadaan lelah saya saya beralih
mempelajari Hadits Bukori. di malam hari semua lampu saya padamkan dan
saya duduk seorang diri di beranda. Teman saya hanya seorang, adik
saya yang pulang ke Indonesia untuk menyiapkan disertasinya, Koesalah
Soebagyo Toer.
Kemudian datang tanggal 13 Oktober 1965 jam 23.00. Tahu-tahu rumah
saya sudah dikepung. Lampu pagar dari 200 watt--waktu tegangan hanya
110, namun dapat dianggap terlalu mewah untuk kehidupan kampung--saya
nyalakan. Di depan pintu saya lihat orang lari menghindari cahaya.
Mukanya bertopeng. Tangannya membawa pikar. Malam-malam, dengan topeng
pula, langsung terpikir oleh saya, barang itu tentu habis dirampoknya
dari rumah yang habis diserbu. Saya tahu itu pikiran jahat. apa boleh
buat karena suara- suara gencar memberitakan ke rumah, pihak militer
mengangkuti anak-anak sekolah ke atas truk dan disuruh
berteriak-teriak menentang Soekarno. Saya tidak pernah melihat
sendiri. Saya percaya, karena pelda (atau peltu?) yang tinggal di
depan rumah saya, sudah dua malam berturut- turut bicara keras di gang
depan rumah, bahwa militer punya politik sendiri, Soekarno sudah tidak
ada artinya. Konon ia bekas KNIL. Malah pada malam kedua ia buka mulut
keras-keras sambil mondar-mandir, dan saya merasa itu ditujukan pada
saya, rokok kretek saya cabut dari bibir dan saya lemparkan padanya.
Terdengar ia melompat sambil memekik. Jadi kalau saya punya pikiran
jahat seperti itu bukan tidak pada tempatnya. Nah, setiap lampu pagar
saya matikan, muncul gerombolan di depan pintu. Bila saya nyalakan
lagi mereka lari. Jelas mereka muka-muka yang saya telah kenal. Tak
lama kemudian batu-batu kali tetangga samping, yang dipersiapkan untuk
membangun rumah, berlayangan ke rumah saya. Itu tidak mungkin
dilemparkan oleh tenaga satu orang. Paling tidak dua orang dengan
jalan membandulnya dengan sarung atau dengan lainnya. Kalau anak-anak
saya masih di rumah, terutama bayi 2 bulan itu, saya tak dapat
bayangkan apa yang bakal terjadi. Batu besar berjatuhan di dalam rumah
menerobosi genteng dan langit-langit. Jadi benar-benar orang
menghendaki kematian saya. Saya ambil tongkat pengepel dari kayu
keras, juga mempersenjatai diri dengan samurai kecil (pemberian
Joebaar Ajoeb sekembalinya dari Jepang). Ini hari terakhir saya, di
sini, di tempat saya. Saya tahu, takkan mungkin dapat melawan satu
gerombolan, tapi saya toh harus membela diri? Jalan kedua untuk
bertahan adalah memberi gerombolan itu sesuatu yang mereka ingat
seumur hidup: kata-kata yang lebih ampuh dari senjata.
Dengan suara cukup keras saya memekik: Ini yang kalian namai berjuang?
Kalau hanya berjuang aku pun berjuang sejak muda. Tapi bukan begini
caranya. Datang ke sini pemimpin kalian! Berjuang macam apa begini ini?
Ingar-bingar terhenti. Juga lemparan batu. Tiba-tiba sebongkah besar
batu kali menyambar paha saya dan melesat mengenai pintu depan yang
sekaligus hancur. Lemparan batu menjadi hebat kembali. Lampu pagar
sengaja dihancurkan dengan lemparan juga.
Saya dengar suara: Mana minyaknya. Sini, bakar saja. Tetapi saya
dengar juga suara orang tua tetangga sebelah kiri saya, seorang dukun
cinta: jangan, jangan dibakar, nanti rumah saya ikut terbakar. Tak
lama kemudian terdengar suara lagi: jangan lewat di tanah saya. Waktu
saya lihat ke dalam rumah adik saya sudah tidak ada. Rupanya ia
meloloskan diri dari pintu pagar belakang dan langsung memasuki tanah
sang dukun cinta.
Dan betul saja kata teman itu: kemudian datang orang- orang
berseragam. Metode kerja yang kelak akan terus- menerus dapat dilihat.
Mereka terdiri dari polisi dan militer. Saya belum lagi sempat
menggunakan tongkat dan samurai saya, mereka belum lagi memasuki
pekarangan rumah saya.
Komandan militer operasi dan gerombolannya saya bukakan pintu. Mereka
masuk dan langsung menyalahkan saya: sia- sia melawan rakyat. Kontan
saya jawab: Gerombolan, bukan rakyat.
Setelah mereka memeriksa seluruh rumah ia bilang lagi: Siapkan, pak
mari kami amankan, segera pergi dari sini. Saya berteriak memanggil
adik saya. Dia muncul, entah dari mana. Dijanjikan akan diamankan,
saya siapkan naskah saya Gadis Pantai untuk diselesaikan dan mesin
tulis. Pada seorang polisi dalam team itu saya bertanya: kenal saya?
Kenal, pak. Tolong selamatkan semua kertas dan perpustakaan saya. di
situ adalah perkerjaan Bung Karno (waktu itu saya belum sampai selesai
menghimpun cerpen-cerpen Bung Karno, dan korespondensi
Soekarno-Sartono-Thamrin masih belum memadai untuk diterbitkan). Dia
berjanji untuk menyelamatkan.
Mereka giring kami berdua melalui gang. Gerombolan itu berjalan
mengepung di samping dan belakang. Ada yang membawa tombak, keris,
golok, belati. Benar, alat negara itu tidak menangkap gerombolan
penyerbu, malah menangkap yang diserbu. Dan sebanyak itu dikerahkan
untuk menumpas satu-dua orang. Hebat benar membikin momentum qua
perjuangan. Sampai di sebuah lapangan gang jurusan belakang rumah,
sebelum dinaikkan ke atas Nissan mereka ikat tanganku ke belakang dan
menyangkutkan ke leher, sehingga rontaan pada tangan akan menjerat
leher. Tali mati. Bukan simpul mati yang diajarkan di kepanduan. Tali
mati. Macam ikatan yang dipergunakan untuk tangkapan yang akan dibunuh
semasa revolusi dulu. Tentu saja saya menyesal akan mati dalam keadaan
seperti ini. Lebih indah bila dengan bertarung di atas tanah tempat
saya tinggal. Melewati jembatan depan rumahsakit umum pusat Koptu
Sulaiman menghantamkan gagang besi stennya pada mataku. Cepat saya
palingkan kepala dan besi segitiga itu tak berhasil mencopot bola mata
tetapi meretakkan tulang pipi. Saya memahami kemarahannya, bukan
padaku sebenarnya, tapi pada atasannya, karena tak boleh ikut memasuki
rumah saya. Mereka bawa kami ke Kostrad, kalau saya tidak keliru. Yang
sedang piket adalah seorang Letkol. Kami diturunkan di situ, dan pada
perwira itu saya minta agar kertas dokumentasi dan perpustakaan
diselamatkan. Kalau Pemerintah memang menghendaki agar diambil, tapi
jangan dirusak. Ia menyanggupi. Dari situ kami dibawa memasuki sebuah
kompleks perumahan yang saya tak tahu kompleks apa. Dari jendela
nampak puncak emas Monas. Kemudian saya dapat mengenali rumah itu;
hanya masuknya tidak berkelok- kelok melalui kompleks, tetapi langsung
dari jalan raya, karena pada 1955 di ruang yang sama saya pernah
menemui Erwin Baharuddin, bekas sesama tahanan Belanda di penjara
Bukitduri.
Piket mengambil semua yang saya bawa di tangan, naskah dan mesin
tulis, juga samurai yang tersisipkan dalam kaos kaki. Waktu ia tinggal
seorang diri rolex saya dikembalikan, berpesan supaya jangan
kelihatan, sembunyikan baik-baik. kami dipersilakan ke sebuah ruangan
tempat di mana sudah menggeloyor di lantai beberapa orang. Seorang
adalah Daryono dari suatu SB (entah SB apa) dan seorang perjaka
jangkung tetangga sendiri. Piket yang mengembalikan jamtangan itu
memasuki ruangan tempat kami tergolek di lantai. Di sebuah papantulis
besar tertulis dengan kapur: Ganyang PKI. Ia pergi ke situ dan
menghapus tulisan itu sambil berguman: apa saja ini!
Seorang bocah berpangkat kopral, bermuka manis, menghampiri dan
menanyai ini-itu. Saya tanyakan apa pangkatnya. Ia menjawab dengan
pukulan dan tempeleng, kemudian pergi. Kurang lebih dua jam kemudian
saya lihat Nissan patrol datang dan menurun-nurunkan barang. Beberapa
contoh ditaruh di atas meja di ruangan tempat kami menggeletak di
lantai. Saya kenal benda-benda itu: kartotik file saya sendiri,
dokumentasi potret sejarah, malah juga klise timah yang saya siapkan
untuk saya pergunakan dalam jangka panjang. Saya jadi mengerti
perpustakaan dan dokumentasi saya, jerih-payah selama lima belas tahun
telah dibongkar, 5.000 jilid buku dan beberapa ton koleksi suratkabar.
Angka-angka itu saya dapatkan dari sarjana perpustakaan yang sekitar
dua tahun membantu saya.
Tangkapan-tangkapan baru terus berdatangan. Ada yang sudah tak bisa
jalan dan dilemparkan ke lantai. Kemudian datang tangkapan yang
langsung mengenali saya. Ia bertanya mengapa saya berlumuran darah.
Baru waktu itu saya sadar kemejaku belang-bonteng kena darah sendiri,
demikian juga celana, yang rupanya teriris batu kali yang dilemparkan.
Dialah yang bercerita, semua kertas saya diangkuti militer. Massa
menyerbu dan merampok apa saja yang ada, sampai-sampai mangga yang
sedang sarat berbuah digoncang buahnya. Tak ada satu cangkir atau
piring tersisa. Rumah bung tinggal jadi bolongan kosong blong.
Jangan dikira ada perasaan dendam pada saya; tidak. Justru yang
teringat adalah satu kalimat dari Njoto, yang A.K.M. juga kenal:
Tingkat budaya dan peradaban angkatan perang kita cukup rendah,
memprihatinkan, kita perlu meningkatkannya. Saya juga teringat pada
kata-kata lain lagi: Kalau kau mendapatkan kebiadaban, jangan beri
kebiadaban balik, kalau mampu, beri dia keadilan sebagai belasan.
Dalam tahanan di RTM tahun 1960 saya mendapatkan kata baru dari dunia
kriminal: brengsek. Sekarang saya dapat kata baru pula: di-aman-kan,
yang berarti: dianiaya, sama sekali tidak punya sangkut-paut dengan
aman dan keamanan. Sebelum itu saya punya patokan cadangan bila orang
bicara denganku: ambil paling banyak 50% dari omongannya sebagai
benar. Sekarang saya mendapatkan tambahan patokan: Kalau yang berkuasa
bilang A, itu berarti minus A. Apa boleh buat, pengalaman yang
mengajarkan.
Di antara orang kesakitan di kiri dan kanan saya, di mana orang tidak
bisa dan tidak boleh ditolong, terbayang kembali wartawan Afrika--saya
sudah tidak ingat dari Mali, Ghana atau Pantai Gading--yang waktu naik
mobil pertanyakan: Apa Nasakom itu mungkin? Apa itu bukan utopi? Saya
jawab: di Indonesia diperlukan suatu jalan. Setiap waktu bom waktu
kolonial bisa meletus. Itu kami tidak kehendaki. Nampaknya Nasakom
sebagai kenyataan masih dalam pembinaan. Dia bilang: Kalau Nasakom
gagal? Bukankah itu berarti punahnya pemerintah sipil, karena Nasakom
tersapu? Jawabku: Kami hanya bisa berusaha. Dia bilang lagi: Kalau
Nasakom disapu, tidak akan lagi ada kekuatan nasionalis, agama maupun
komunis! Dialog selanjutnya saya sudah tak ingat.
Pagi itu-itu diawali kedatangan serombongan wartawan Antara, tanpa
sepatu, semua lututnya berdarah. Di antaranya paman saya sendiri, R.
Moedigdo, yang saya tumpangi hampir 3,5 tahun semasa pendudukan
Jepang. Dia pun tak terkecuali. Kemudian saya dengar, mereka baru
datang dari tangsi CPM Guntur dan habis dipaksa merangkak di atas
kerikil jalanan. Menyusul datang power. Orang- orang militer
melempar-lemparkan tangkapan baru itu dari atas geladak dan terbanting
ke tanah. Ruangan telah penuh- sesak dengan tangkapan baru, sampai di
gang-gang. Itu berarti semakin banyak erangan dan rintihan. Di
antaranya terdapat sejumlah wanita. Sedang gaung dari pers yang
menyokong militer sudah sejak belum ditangkap, tak henti- hentinya
menalu gendang untuk membangkitkan emosi rakyat terhadap PKI dan
organisasi massanya: Gerwani di Lubangbuaya memotongi kemaluan para
jendral dan melakukan tarian cabul dan semacamnya, tipikal buah
pikiran orang yang tak pernah mempunyai cita-cita. Bulu kuduk berdiri
bukan karena tak pernah menduga orang Indonesia bisa membuat kreasi
begitu kejinya.
Kemudian datang waktu pemeriksaan. Saya dibawa ke ruang pemeriksaan,
yang sepanjang jam, siang dan malam diisi oleh raungan dan pekikan.
Juga dari mulut wanita. Memang ruang yang saya masuki waktu itu tidak
seriuh biasanya. Alat-alat penyetrum tidak dikerahkan. Di pojokan
seorang KKO bertampang Arab, hitam, tinggi dan langsing, dingan kaki
bersepatu bot menginjak kaki telanjang yang diperiksanya. Dan di
antara jari-jemari pemuda malang itu disisipi batang pensil dan tangan
itu kemudian diremas si pemeriksa sambil tersenyum dan bertanya: Ada
apa? Ada apa kok memekik? Di samping pemuda itu adalah saya, diperiksa
oleh seorang letnan (atau kapten?) bernama Nusirwan Adil.
Di luar dugaan pemeriksaan terhadap saya tidak disertai penganiayaan
seperti dideritakan pemuda malang di samping kiri saya. Pemeriksa itu
tenang dan sopan, dan mungkin cukup terpelajar dan beradab. Ia memulai
dengan pertanyaan mengapa saya berdarah-darah.
Jawab: terjatuh.
Tapi itu bukan termasuk dalam acara pemeriksaan.
Pertanyaan: Bagaimana pendapat tentang gerakan Untung?
Jawab: tidak tahu sesuatu tentangnya.
Pertanyaan: Apa membenarkan gerakan itu?
Jawab: Kalau mendapat kesempatan mempelajari kenyataan- kenyataannya
yang authentik mungkin dalam lima tahun sesudahnya saya akan bisa
menjawab pertanyaan itu.
Sebelum meneruskan tentang pemeriksaan ini saya sisipkan dulu beberapa
hal sebelum penangkapan saya. Pertama: sejak semula saya sependapat
bahwa gerakan Untung, yang kemudian dinamai G-30S/PKI, adalah gerakan
dalam tubuh angkatan darat sendiri. Pendapat itu tetap bertahan sampai
sekarang, juga sebelum membaca tulisan Wertheim dalam Journal of
Contemporary Asia. Berita-berita pengejaran dan pembunuhan semakin
hari semakin banyak dan menekan. Kedua: seorang perwira intel pernah
datang berkunjung khusus untuk menyampaikan, bahwa militer akan
memainkan peranan kucing terhadap PKI sebagai tikus. Tiga: dua
mahasiswa UI telah dilynch di jalanan raya yang baru dibangun, masih
lengang, di sekitar kampus. Keempat: pemeriksaan terhadap para
tangkapan berkisar pada dua hal, pertama keterlibatan dalam peristiwa
Lubangbuaya, kedua keanggotaan Pemuda Rakyat dan PKI. Kelima: beberapa
hari sebelum penangkapan seorang pegawai Balai Pustaka mengumumkan
dalam harian Api Pancasila di Jakarta, bahwa saya adalah tokoh Pemuda
Rakyat. Karena sebagai pelapor ia menyebutkan diri pegawai Balai
Pustaka, jadi saya datang menemui direktur BP--waktu itu Hutasuhut,
kalau saya tidak salah ingat--dan mengajukan protes karena BP
dipergunakan sebagai benteng untuk menyebarkan informasi yang salah
tentang saya. Direktur BP menolak protes saya. Pegawai yang menulis
itu tinggal beberapa puluh langkah dari rumah saya. Dalam peristiwa
plagiat Hamka ia pernah mengirimkan surat pembelaan untuk Hamka dan
hanya sebagian daripadanya saya umumkan.
Dan memang ruangan rumah saya pernah dipinjam untuk pendirian ranting
Pemuda Rakyat. Tetapi itu bukan satu- satunya. Kalau sore ruangan
belakang juga menjadi tempat taman kanak-kanak (reportase tentangnya
pernah ditulis oleh Valentin Ostrovsky, kalau saya tidak meleset
mengingat). Setiap Kamis malam ruangan depan dipergunakan untuk tempat
diskusi Grup diskusi Simpat Sembilan. Setiap pertemuan didahului
dengan pemberitahuan pada kelurahan. Jadi tidak ada sesuatu yang dapat
dituduhkan illegal.
Keenam: seseorang menyampaikan pada saya, mungkin juga pada sejumlah
orang lagi, kalau diperiksa adakan anggota PKI atau ormasnya, akui
saja ya--tidak peduli benar atau tidak; soalnya mereka tidak
segan-segan membikin orang jadi invalid seumur hidup untuk menjadi
tidak berguna bagi dirinya sendiri pun untuk sisa umurnya selanjutnya.
Dan, tidak semua orang tsb., dapat saya sebut namanya, karena memang
tidak mampu mengingat--hampir 20 tahun telah liwat.
Jadi waktu pemeriksa menanyakan apakah saya anggota PKI, saya jawab ya.
Pertanyaan: Apakah percaya negara ini akan jadi negara komunis?
Jawab: Tidak dalam 40 tahun ini.
Sebabnya?
Faktor geografi dan konservativitas Indonesia.
Cuma itu sesungguhnya isi pemeriksaan pokok. Tetapi karena selama
dalam penahanan itu harian Duta Masyarakat memberitakan reportase
tentang penyerbuan gerombolan itu ke rumah saya dan rumah S. Rukiah
Kertapati, di mana disebutkan di rumah saya ditemukan buku-buku curian
dari musium pusat dan di rumah Rukiah setumpuk permata, jadi
pemeriksaan berpusat pada soal pencurian tsb. Memang saya pernah
meminjam satu beca majalah, harian dan buku dari musium pusat. Yang
belum saya kembalikan adalah Door Duisternis to Licht Kartini dan
harian Medan Prijaji tahun 1911 dan 1912. Kalau arsip itu tersusun
baik, akan bisa ditemukan, bahwa sumbangan saya ada 10 kali lebih
banyak dari pada yang masih saya pinjam.
Dengan demikian pemeriksaan selesai. Benar-tidaknya omongan saya ini
dapat dicek pada proces verbal, sekiranya masih tersimpan baik pada
instansi yang berwenang.
Bila ada selisih, soalnya karena waktunya sudah terlalu lama.
Mungkin Bung bertanya dari mana saya tahu ada berita dalam Duta
Masyarakat yang menuduh saya mencuri. Ya, pada suatu pagi muncul
seorang kapten di ruang tempat serombongan tahanan. Ia langsung
mengenali saya, sebaliknya saya mengenal dia sebagai sersan di RTM
tahun 1960. Ia bertubuh tinggi, berkulit langsat dan bibir atasnya
suwing. Saya tak dapat mengingat namanya. Suatu malam ia kunjungi aku
di kamar kapalselam (sel isolasi) di RTM itu. Banyak mengobrol, antara
lain ia bercerita pernah ikut pasukan merah dalam Peristiwa Madiun.
Pagi itu ternyata ia berpangkat kapten. Langsung ia bertanya di mana
Sjam. Itu untuk pertama kali saya dengar nama itu. Tapi ia segera
membatalkan pertanyaanya dengan kata-kata: Ah, Pak Pram sastrawan,
tentu tidak tahu siapa dia. Ramahnya luarbiasa, bawahannya
diperintahkannya untuk mengambilkan kopi dan menyediakan veldbed untuk
saya. Dan hanya perintah pertama yang dilaksanakan. Setelah ia pergi
seorang sersan gemuk yang terkenal galak, dari Sulawesi, kalau tak
salah ingat, juga seorang haji, memanggil saya dengan ramahnya dan
menyuruh saya membaca Duta Masyarakat itu.
Nah Bung, setelah pemeriksaan satu rombongan dikirim ke CPM Guntur.
Sebelum pergi saya minta pada Nusyirwan Adil untuk membebaskan adik
saya, karena baru saja datang ke Indonesia untuk menyiapkan
disertasinya. Ia luluskan permintaan saya, diketikkan surat
pembebasan. Sebelum pergi ia saya titipi jam tangan saya, untuk
dipergunakan belanja istri saya.
Di Guntur hanya untuk didaftar dan dirampas apa yang ada dalam kantong
para tangkapan. Sepatu sampai sikatgigi dan ikatpinggang. Waktu itu
baru saya sadari di dalam kantong saya masih tersimpan honorarium dari
Res Publika dan pabrik pensil. Semua dirampas dengan alasan: nanti
dalam tahanan agar tidak dicuri temannya. Dari guntur kami dibawa ke
Salemba. Tangan tetap di atas tengkuk dan tubuh harus tertekuk, tidak
boleh berdiri tegak, setinggi para penangkap. Dalam
pelataran-pelataran penjara itu nama dibaca satu-persatu oleh seorang
militer. Waktu sampai pada giliran saya ia berhenti dan berseru: Lho,
Pak Pram, di sini ketemu lagi? Peltu (atau pelda) itu adalah pengawal
bersepedamotor yang mengawal sebuah sedan biru-tua dalam bulan
November 1960 dari Peperti Peganggsaan ke RTM Jl. Budi Utomo. Dalam
sedan itu saya, setelah diminta "diwawancarai" oleh Sudharmono, mayor
BC Hk. Dan peltu atau pelda di depanku Oktober 1965 itu adalah Rompis.
Sejak itu berkelanjutan perampasan hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak
sipil saya selama hampir 20 tahun ini. Dan Bung Keith, tidak satu
orang pun dari kaum manikebuis itu terkena lecet, tidak kehilangan
satu lembar kertas pun. Sampai sekarang pun mereka masih tetap hidup
dalam andaian, sekiranya kaum kiri menang. Dari menara andaian itu
mereka menghalalkan segala: perampasan, penganiayaan, penghinaan,
pembunuhan. Tetap hidup dalam kulit telur keamanan dan kebersihan,
suci, anak baik-baik para orangtua, dan anak emas dewa kemenangan.
Paling tidak sepuluh tahun lamanya saya melakukan kerjapaksa, mereka
satu jam pun tidak pernah. Nampaknya mereka masih tidak rela melihat
saya hidup keluar dari kesuraman. Waktu saya baru pulang dari Buru,
banyak di antaranya yang memperlihatkan sikap manis. Bukan main.
Tetapi setelah saya menerbitkan BM, wah, kembali muncul keberingasan.
Tentang A.K.M. sendiri pertama kali saya mengenalnya pada tahun 1946,
di sebuah hotel di Garut. Ia tidak mengenal saya. Waktu itu saya
sedang dalam sebuah missi militer. Ia datang ke hotel itu dan
ngomong-ngomong dengan pemiliknya. Namanya tetap teringat, karena
waktu itu ia redaktur majalah Gelombang Zaman yang terbit di Garut.
Pertemuan kedua ialah di Balai Pustaka, waktu ia masih jadi pegawai
Balai Pustaka yang dikuasai oleh kekuasaan pendudukan Belanda. Setelah
penyerahan kedaulatan ia jadi sep saya dalam kantor yang sama--ya saya
sebagai pegawai negeri dengan pengalaman semasa revolusi sama sekali
tidak diakui, karena semua pegawainya bekas pegawai kekuasaan Belanda.
Sewaktu ia hidup aman di Australia, ternyata ia masih dalam hidup
dalam andaian, dan sebagaimana yang lain- lain tetap membiakkan
pengalaman kecil-mengecil semasa Soekarno untuk jadi gabus apung dalam
menyudutkan orang- orang semacam saya. Titik tolaknya tetap andaian.
Semua tidak ada yang mencoba menghadapi saya secara berdepan, dari
dulu sampai detik saya menulis ini.
Dalam pada itu yang dirampas dari saya sampai detik ini belum
dikembalikan. Rumah saya diduduki oleh militer, dari sejak berpangkat
kapten sampai mayor atau letkol, bahkan bagian belakang disewakan pada
orang lain. Itu pun hanya rumah kampung, namun punya nilai spiritual
bagi keluarga dan saya sendiri. Barangkali ada gunanya saya ceritakan.
Saya mendirikannya pada tahun 1958 bulan-bulan tua. pajak Honoraria
seorang pengarang adalah 15 persen, langsung dipotong oleh penerbit.
Waktu saya menyiarkan protes tentang tingginya pajak yang 15 persen,
tidak lebih dari seminggu kemudian perdana menteri Djuanda
menaikkannya jadi 20 persen, sama dengan pajak lotre. Maka juga
pendirian rumah itu melalui ancang-ancang panjang. Kumpul-kumpul dulu
kayu dari meter kubik pertama hingga sampai sepuluh dst. Saya
merencanakan rumah berdinding bambu sesuai dengan kekuatan. Sepeda
motor saya, BSA 500cc.--sepeda motor militer sebenarnya--juga
dikurbankan. Tiba-tiba mertua lelaki datang dan mengecam: mengapa
mesti bambu? Itu terlalu mahal biayanya. Menyusul perintah: tembok!
Ternyata bukan asal perintah. Ia tinggalkan pada saya dua puluh ribu
rupiah. Kalau sudah ada, kembalikan, katanya lagi. Maka jadilah rumah
tembok yang terbagus di seluruh gang. Ternyata tidak sampai di situ
ceritanya. Rekan-rekan yang tidak bisa mengerti, seorang pengarang
bisa mendirikan rumah, mulai dengan desas-desusnya. Satu pihak
mengatakan, saya telah kena sogok Rusia. ada yang mengatakan RRT.
Teman-teman yang dekat mengatakan saya telah kena sogok Amerika. Orang
tetap tidak percaya seorang pengarang bisa membangun rumah sendiri.
Mereka lupa, dalam Bukan Pasar Malam telah saya janjikan pada ayah
saya untuk memperbaiki rumah, dalam tahun pertama saya keluar dari
penjara Belanda. yang saya lakukan lebih daripada apa yang saya
janjikan, saya bangun baru, dan pada masanya adalah rumah terbagus di
seluruh kompleks, sekali pun hanya berdinding kayu jati. (Sekarang
memang jati lebih mahal dari tembok).
Kami sempat meninggali rumah kampung itu hanya sampai tahun 1965 atau
7 tahun. Orang yang tidak berhak justru selama hampir 20 tahun.
Iseng-iseng pernah saya tanyakan; jawabnya seenaknya: apa bisa
membuktikan rumah itu bukan pemberian partai? Habis sampai di situ.
Pada yang lain mendapat jawaban: jual saja rumah itu, separohnya
berikan pada penghuninya. Dan saya bilang: saya tidak ada prasangka
orang yang menghuni rumah saya itu dari golongan pelacur. Walhasil
sampai sekarang tetap begitu saja.
Baik, kaum manikebuis masih belum puas dengan segala yang saya alami.
Saya sama sekali tidak punya sedikitpun perasaan dendam. Setiap dan
semua pengalaman indrawi mau pun jiwai, bukan hanya sekedar modal,
malah menjadi fondasi bagi seorang pengarang.
Apa yang dialamai A.K.M. semasa Soekarno masih belum apa-apa
dibandingkan yang saya alami. Peristiwa Kemayoran? Pada 1958 sepulang
dari Konferensi Pengarang A- A di Tasykent lewat Tiongkok saya tidak
diperkenankan lewat Hongkong dan terpaksa lewat Mandalay, Burma.
Artinya, dengan kesulitan tak terduga. Sampai di Rangoon pihak
Kedutaan RI tidak mau membantu memecahkan kesulitan saya. Apa boleh
buat, tidak ada jalan bagi saya daripada mengancam akan memanggil para
wartawan Rangoon dan Jawatan Imigrasi Burma, memberikan pernyataan,
bahwa ada kedutaan yang tak mau mengurus warganegaranya yang
terdampar. Mereka terpaksa mengurus saya sampai tiba di Jakarta. Dari
Rangoon kemudian datang surat yang menuntut macam- macam. Saya hanya
menjawab dengan caci-maki dengan tembusan pada menteri luarnegeri,
waktu itu Dr. Subandrio. Saya harap surat itu masih tersimpan dalam
arsip. Peristiwa itu terjadi berdekatan dengan hari saya menghadap
Bung Karno untuk menyerahkan dokumen keputusan Konferensi di samping
juga bingkisan dari Ketua Dewan Menteri Uzbekistan, Syaraf Rasyidov,
kepadanya, disaksikan oleh beberapa orang, diantaranya Menteri Hanafi.
Tak terduga dalam pertemuan itu terjadi sedikit pertikaian dengan Bung
Karno. Ia memberi saya suatu instruksi dan saya menolak, karena
sebagai pengarang saya punya porsi kerja sendiri. Pertikaian ini
kemudian melarut, yang saya anggap wajar, sampai akhirnya atas
perintah Nasution saya ditahan di RTM, kemudian ke tempat lebih keras
di Cipinang, karena menentang PP 10. Hampir satu tahun dalam penjara,
kemudian dilepaskan dalam satu rombongan dan dengan satu nafas dengan
para pemberontak PRRI-Permesta sebagai hadiah terbebasnya Irian Barat.
Pada hal tidak lebih dari 3 tahun sebelumnya Nasution itu-itu juga
memberi saya surat penghargaan no. 0002 untuk bantuan pada angkatan
perang dalam melawan PRRI di SumBar.
Penahanan 1960-61 itu merupakan pukulan pahit bagi saya. Bukan saya
yang melakukan adalah kekuasaan Pemerintah saya sendiri. Juga sama
sekali tidak ada setitik pun keadilan di dalamnya. Saya merasa hanya
menuliskan apa yang saya anggap saya ketahui, dan berdasarkan padanya
pendapat saya sendiri. Dengan nama jelas, lengkap. Alamat saya pun
jelas, bukan seekor keong yang setiap waktu dapat memindahkan
rumahnya. Saya membutuhkan pengadilan. Dan itu tidak diberikan kepada
saya. Dalam isolasi ketat di Cipinang saya kirimkan surat pada Bung
Karno melalui Ngadino, kemudian mengganti nama jadi Armunanto, kepala
redaksi Bintang Timur dan anggota DPA. Surat itu bertujuan untuk
mendapat hukuman yang justified, entah sebagai pengacau, entahlah
sebagai penipu. Setidak-tidaknya bukan yang seperti sekarang. Ia tidak
meneruskannya, dengan alasan ada orang lain menyimpan tembusannya.
Orang itu adalah H.B. Jassin. Saya yakin surat itu masih tersimpan.
Dapat Bung bandingkan, bahwa andaian kesulitan semasa Soekarno masih
tidak berarti dengan kenyataan kesulitan yang saya sendiri alami.
Saya heran, bahwa di dalam halaman 2 A.K.M. menyatakan keheranannya
mengapa namanya dicoret dari daftar pencalonan Front Nasional. Terasa
lucu dan naif, selama ia sendiri tidak punya kekuasaan untuk
menentukannya. Katanya Lekra membakari bukunya? Saya baru tahu dari
halaman itu. Mungkin Boen S. Oemarjati yang berhak memberi penjelasan.
Di halaman 3 alinea pertama terdapat kisah yang mengagumkan tentang
Taslim Ali. Saya sering datang ke tempatnya di gedung perusahaan
Intrabu. Jadi dalam gambaran saya orang yang "selalu menterornya
dengan meletakkan pestol di atas meja" -nya itu adalah saya. Pramoedya
Ananta Toer. Soalnya surat Goenawan Muhammad tertanggal 28 November
1980 pada Sumartana mengatakan (hlm.3): "Achdiat pernah bercerita,
bahwa Pram pernah datang ke Balai Pustaka dengan meletakkan pistol di
meja." Kapan itu terjadi? Pestol siapa? Siapa yang saya temui dan saya
teror? Kiranya, kalau Goenawan tak berandai- andai, A.K.M. sendiri
yang berhak menjawab. Dalam alam kemerdekaan nasional memang pernah
saya bersenjata api. Suatu hari dalam 1958. Bukan pestol, tapi
parabellum. Tempat: dalam sebuah jeep dalam perjalanan antara Bayah
dengan Cikotok. Saksi: seorang letnan angkatan darat. Ia membutuhkan
bantuan saya untuk menyelidiki benar- tidaknya ada boulyon-boulyon
emas disembunyikan oleh Belanda sebelum meninggalkan Jawa pada 1942 di
dasar tambang mas Cikotok, dengan kesimpulan, bahwa semua itu omong
kosong belaka. Mengapa bersenjata? Karena sebelumnya sebuah kendaraan
umum telah dicegat DI, dibakar. Dan bangkainya masih nongkrong di
pinggir jalan. Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada
kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan
berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik. Dan saya pun tidak
pernah bisa diyakinkan ada orang datang untuk menteror Taslim Ali. Apa
yang bisa didapatkan dari dia? Sebaiknya A.K.M. menyebut jelas siapa
nama penteror itu.
Di halaman 5 tulisan A.K.M. alinea terbawah ditulis bahwa: "di depan
rumahnya saya sempat menyusukan selembar 10 ribu rupiah ke dalam
kepalannya. Dia agaknya begitu terharu, sehingga nampak matanya basah
tergenang," dan "saya tahu Pram tentu butuh duit ketika itu." Memang
agak janggal menampilkan saya saya semacam itu. Pada waktu itu saya
tidak dapat dikatakan dalam kesulitan keuangan. Segera setelah pulang
dari Buru sejumlah bekas tahanan Buru datang pada saya minta dibantu
memecahkan kesulitan mereka mencari penghidupan. Memang pihak gereja
telah banyak membantu, dan saya menghormati dan menghargai jasanya
pada mereka dengan tulus. Tetapi selama status dan namanya bantuan
barang tentu tidak mencukupi kebutuhan apalagi untuk keluarganya. Jadi
saya dirikan sebuah PT pemborong bangunan, sebuah usaha yang bisa
menampung banyak tenaga. Pada waktu A.K.M. datang ke rumah telah 36
orang ditampung, sebagian berkeluarga. Tidak kurang dari 5 rumah
dikerjakan, di antara 2 rumah mewah. Ada di antara mereka menumpang
ada saya. Usaha ini telah dapat memberi hidup (terakhir) 60 orang
dengan keluarganya. Tapi kesulitan itu? Beberapa kali datang intel,
yang dengan lisan mengatakan, rumah saya jadi tempat berkumpul tapol.
Beberapa orang dari kantor kotapraja memberi ultimatum untuk
menyediakan uang sekian ratus ribu dalam sekian hari. Seseorang datang
dan mengibar-ngibarkan kartu identitasnya sebagai intel Hankam.
Seorang datang mengaku sebagai pegawai sospol Depdag dengan tambahan
keterangan, teman-temannya orang Batak banyak, dan orang tidak
selamanya waspada. Tak akan saya katakan apa maksud kedatangan mereka.
Itu yang datang dari luar. Kesulitan dari dalam pun tak kalah
banyaknya. Teman-teman bekas tapol rata-rata sudah surut tenaganya
karena tua. Mereka belum terbiasa dengan teknik baru pembangunan rumah
sekarang. Mereka tidak terbiasa dengan material baru dan
pengerjaannya. Di samping itu kerjapaksa berbelas tahun tanpa imbalan
tanpa penghargaan, setiap hari terancam hukuman, telah berhasil
merusakkan mental sebagian dari mereka. Dalam pekerjaan yang mereka
hadapi mereka tidak berbekal ketrampilan vak. Sedang impian berbelas
tahun dalam posisinya sebagai budak-budak Firaun adalah terlalu indah.
Seorang yang di Buru mempunyai setiakawan begitu tinggi dan diangkat
jadi kepala kerja, kemudian lari membawa uang, dan bukan sedikit.
Seorang yang relatif masih muda, suatu malam datang dengan membawa
truk dan mengangkuti material bangunan yang telah tersedia dan
menjualnya di tempat lain dengan harga rendah untuk dirinya sendiri.
Seorang lagi yang juga tergolong muda, sama sekali tanpa ketrampilan
tukang, mendadak mengorganisasi pemogokan dengan tuntutan berlipat
dari hasil kerjanya. Pick-up Luv Chevrolet, sumbangan teman- teman
Savitri, dalam 3 bulan sudah berban gundul dan penyok-penyok.
Pukulan lain yang tak kurang menyulitkan datang. Memang sudah
diselesaikan sekitar 8 rumah dengan keadaan seperti itu. Kemudian dua
di antara yang dibangunkan rumahnya tidak mau melunasi kewajibannya,
mengetahui kedudukan hukum kami lemah. Berkali-kali Savitri minta
pertanggungjawaban atas bantuan teman-temannya yang diberikan. Saya
tak mampu lakukan itu. Tidak lain dari saya sendiri yang akan merasa
malu, dan semua harus saya telan sendiri. Akhirnya saya perintahkan
pembubaran PT itu tanpa pernah memberikan pertanggungjawaban pada
teman- teman Savitri.
Nah Bung, seperti itu situasi waktu terima selembar sepuluh ribu itu,
yang sama sekali tidak pernah saya kira akan dipergunakan oleh A.K.M.
untuk memperindah gambaran tentang dirinya. Semua kebaikan tidak akan
sia-sia memang bila tidak berpamrih. Dengan pamrih pun tentu saja
tidak mengapa, sejauh setiap tindak manusia yang sadar pasti mempunyai
motif. Tetapi bila pemberian dipergunakan sebagai investasi, yang
setiap waktu dikutip ribanya, sekalipun hanya riba moril, itu memang
betul-betul investasi, bukan pemberian. Dan siapa di dunia ini tidak
pernah menerima? Waktu saya baru datang dari Buru dan sejumlah orang
yang datang hanya untuk bersumbang. Jumlahnya dari 60 sampai 100 ribu,
di antaranya 3 mesin tulis, yang tiga-tiganya langsung diteruskan
untuk tapol yang lebih memerlukan. Demikian juga halnya dengan uang
pemberian. Saya pribadi praktis tidak ada uang dalam kantong. Itu akan
kelihatan bila berada di luar rumah. Di Buru pun ada sejumlah pemberi,
dari lingkungan dalam dan luar tapol, dari satu sampai sepuluh ribu.
Dalam keadaan sulit di Buru pun orang normal tidak bisa tinggal jadi
penerima saja. Terutama pihak gereja Katholik pernah memberi keperluan
tulis-menulis saya setiap bulan. Bahkan pernah saya terima 2 kali
berturut satu kardus besar berisi kacamata, dan pakaian untuk saya
pribadi. (Sampai sekarang saya simpan.) Maksud saya hanya untuk
menerangkan, pada bangsa-bangsa terkebelakang, atau menurut redaksi
baru bangsa-bangsa yang berkembang, memberi adalah keluarbiasaan dan
menerima adalah kebiasaan yang perlu dinyatakan.
Jangan dikira saya menulis demikian dengan emosi. Tidak. Suatu dialog
bagi saya tetap lebih menyenangkan daripada monolog. Setidak-tidaknya
dialog adalah pencerminan jiwa demokratis. Tetapi ucapan all forgiven
and forgotten atau we've forgiven but not forgotten, benar- benar
produk megalomaniak yang disebabkan mendadak bisa melesat dari
kompleks inferiornya, bukan karena kekuatan dalam, tapi luar dirinya.
Tentang Pancasila di hlm. 6, saya takkan banyak bicara kecuali
menyarankan untuk membuka-buka kembali pers Indonesia semasa Soekarno,
khususnya sekitar sebab mengapa presiden RI membubarkan konstituante
itu. Golongan mana yang menolak dan mana yang menerima Pancasila
sebelum dapat interpretasi atau pun revisi, formal ataupun non- formal.
Dalam hubungan ini saya teringat pada ucapan Nyoto, kalau tidak salah
di alun-alun Klaten pada tahun 1964, bahwa nampak ada kecenderungan
pada suatu golongan masyarakat (saya takkan mungkin mampu mereproduksi
redaksinya) yang membaca kalimat-kalimat Pancasila menjadi: Satu,
Ketuhanan yang Maha Esa; Dua, Ketuhanan yang Maha Esa; Tiga, Ketuhanan
yang Maha Esa; Empat, Ketuhanan yang Maha Esa; dan Lima, Ketuhanan
yang Maha Esa. Dia tidak dalam keadaan bergurau.
Selama 14 tahun dalam tahanan ucapan Nyoto bukan saja menjadi
kebenaran, lebih dari itu. Dakwah-dakwah yang diberikan, atau lebih
tepatnya dengan istilah orde baru santiaji, orang tidak menyinggung
sila-sila lain sesudah sila pertama, kalau menyinggung pun hanya
sekedar penyumbat botol kosong: beragama dan tidak beragama berarti
sembahyang. Tidak bersembahyang berarti tidak pancasilais, bisa juga
anti-pancasila. Ya, buntut panjang itu rupanya diperlukan untuk
menterjemahkan alam pikiran formalis Pribumi Indonesia, tidak mampu
membebaskan diri dari lambang-lambang, upacara, hari peringatan,
pangkat dan tanda-tandanya--dan bagi suku Jawa cukup lengkap di
dideretkan dalam sastra wayang.
Berdasarkan pengalaman sendiri saya dapat katakan: Revolusi Indonesia
tidak digerakkan oleh Pancasila; ia digerakkan oleh patriotisme dan
nasionalisme. Baru pada 1946 saya pernah mendapat tugas untuk memberi
penerangan tentang Pancasila dan PBB kepada pasukan. Selanjutnya tetap
tidak ada pertautan antara Pancasila dengan Revolusi.
Saya menghormati pandangan A.K.M. tentang Pancasila yang ia yakini,
sekali pun dengan Pancasila itu juga orang- orang sejenis kami
di-buru-kan sampai 10 tahun, dan A.K.M. tidak pernah melakukan sesuatu
protes. Dan pertanyaan kemudian, apakah ia tetap berpandangan
demikian--artinya tak perlu melaksanakannya dalam praktek--pada waktu
kepentingan dan keselamatan jiwanya terancam? Bicara di lingkungan
aman memang lebih mudah untuk siapapun, dan: tanpa pembuktian.
Dalam hubungan Pancasila dengan demokrasi barat di hlm. 7 sebagai
pesan A.K.M. pada rekan-rekannya sarjana Australia saya mempunyai kisah.
Pada 1984, Mr. Moh. Roem terkena serangan jantung dan dirawat di RSCM.
Seorang dokter menjemput saya, mengatakan, Pak Roem menginginkan
kedatangan saya. Saya tak pernah mengkaji apakah itu keinginan Pak
Roem atau ambisi si dokter itu saja. Langsung saya berangkat bersama
dengannya. Di ruang itu Pak Roem tidur dalam keadaan masih dihubungkan
pada alat pengontrol jantung. Penjemput saya langsung menemani perawat
sehingga hanya kami berdua di situ tanpa saksi. Menghadapi orang dalam
keadaan gawat tentu saja saya tidak bicara apa-apa. hanya beliau yang
bicara sampai lelah, sebagai pertanda saya harus mengundurkan diri
untuk menghemat tenaga yang beliau perlukan sendiri. Terlalu banyak
yang disampaikannya pada saya untuk orang dalam keadaan gawat seperti
itu. Satu hal yang berhubungan dengan Pancasila dan demokrasi Barat,
dan beliau sebagai ahli hukum, adalah: 50 + 1? Ya, biar begitu perlu
dipertimbangkan dengan adil, tidak seperti selama ini dinilai. Dalam
sejarah kita telah dibuktikan, bahwa kesatuan Indonesia terwujud hanya
karena demokrasi parlementer Barat.
Nah, Bung Keith, inti persoalan dengan kaum manikebu cukup jelas: saya
menggunakan hak saya sebagai warganegara Indonesia, hak yang juga ada
pada kaum manikebu. Omong kosong bila dikatakan pada waktu itu mereka
tak punya media untuk menerbitkan sanggahan. Waktu sekarang, waktu
secara formal hak sanggah melalui mass media tidak ada, saya tetap
menyanggah dengan berbagai cara yang mungkin, kalau memang ada yang
perlu disanggah. Sedang ucapan Pak Roem tsb., ternyata adalah pesan
politik terakhir. Beberapa minggu kemudian beliau meninggal dunia.
Saya belum selesai. Masih ada satu hal yang perlu disampaikan, hanya
di luar hubungan dengan surat terbuka Achdiat K. Mihardja.
Tak lama setelah pertemuan kita terakhir saya menerima surat dari
M.L., yang intinya tepat suatu jawaban terhadap saya. Tentu saja saya
mendapat kesan kuat, pembicaraan kita Bung teruskan padanya. Terima
kasih, bahwa hal-hal yang tidak jelas sudah dibikin terang olehnya.
Untuk tidak keliru membikin estimate tentang saya dalam persoalan
khusus ataupun umum ada manfaatnya saya sampaikan bahwa saya
menyetujui kehidupan bipoler. Saya membenarkan adanya dua superpower,
bukan saja sebagai kenyataan, juga sebagai pernyataan makro nurani
politik ummat manusia. Kalau hanya ada satu superpower akibatnya
seluruh dunia akan jadi bebeknya. Dua superpower mewakili kekuatan ya
dan kekuatan tidak, kekuasaan dan opposisi. Dalam tingkat nasional
saya menyetujui kehidupan bipoler. Ada kekuasaan ada opposisi. Kalau
tidak, rakyat akan jadi bebek pengambang, dengan kepribadian tidak
berkembang. Demokrasi dengan opposisi adalah juga pernyataan makro
nurani politik nasional. Dia adalah juga pencerminan mikro nurani
pribadi manusia, yang tindakannya ditentukan oleh ya atau tidak. Hewan
dengan serba naluri tak memerlukan nurani. Ia tak mengenal ya ataupun
tidak.
Semoga surat kelewat panjang ini--lebih tepat usaha pendokumentasian
diri sendiri--ada manfaatnya. Saya tidak ada keberatan bila diperbanyak.
Salam pada semua yang saya kenal, juga pada M.L. dan Savitri yang
pernah saya kecewakan.
Belakangan ini kesehatan saya agak membaik. Soalnya saya menggunakan
ramuan tradisional yang ternyata mengagumkan. Dengan pengamatan
melalui tes urine dengan benedict kadar gula yang positif dalam 24 jam
dapat menjadi negatif, yang tidak dapat saya peroleh melalui sport dan
kerja badan selama 2 minggu.
Salam hangat untuk Bung sendiri dan keluarga.
Tetap (tanda tangan).
http://www.radix.net/~bardsley/surat.html
Demi Demokrasi 2 (1985); an English translation is in Indonesia
Reports, cultural and social supplement (August 1986
Surat Terbuka Pramoedya Ananta Toer kepada Keith Foulcher
Jakarta, 5 Maret 1985
Salam,
Surat 26 Februari 1985 saya terima kemarin, juga surat terbuka Achdiat
K. Mihardja untuk teman-teman (sarjana) Australia yang dilampirkan.
Terimakasih. Lampiran itu memang mengagetkan, apalagi
menyangkut-nyangkut diri saya, dan tetap dalam kesatuan semangat kaum
manikebuis pada taraf sekarang: membela diri dan membela diri tanpa
ada serangan sambil merintihkan kesakitannya masa lalu, yang
sebenarnya lecet pun mereka tidak menderita sedikit pun. Total jendral
dari semua yang dialami oleh kaum manikebuis dalam periode terganggu
kesenangannya, belum lagi mengimbangi penganiayaan, penindasan,
penghinaan, perampasan dan perampokan yang dialami oleh satu orang
Pram. Setelah mereka berhasil ikut mendirikan rezim militer, dengan
meminjam kata-kata dalam surat terbuka tsb.: "All forgotten and
forgiven" dan revisiannya: "We've forgiven but not forgotten." Saya
hanya bisa mengelus dada. Kemunafikan dan keangkuhan dalam paduan yang
tepat, seimbang dengan kekecilan nyalinya dalam masa ketakutan. Dan
Bung sendiri tahu, perkembangan sosial- budaya-politik--di sini
Indonesia--bukan semata-mata ulah perorangan, lebih banyak satu
prosedur nasional dalam mendapatkan identitas nasional dan mengisi
kemerdekaan. Tak seorang pun di antara para manikebuis pernah
menyatakan simpati--jangan bayangkan protes--pada lawannya yang
dibunuhi, kias atau pun harfiah. Sampai sekarang. Misalnya terhadap
seniman nasional Trubus. Japo[?] Lampong. Apalagi seniman daerah yang
tak masuk hitungan mereka. Di mana mereka sekarang. Di mana itu
pengarang lagu Genjer-genjer? Soekarno mengatakan: Yo sanak, yo
kadang, yen mati m[?a]lu kelangan. Yang terjadi adalah-- masih
menggunakan suasana Jawa: tego larane, tego patine.
Masalah pokok pada waktu itu sederhana saja: perbenturan antara dua
pendapat; revolusi sudah atau belum selesai. Yang lain-lain adalah
masalah ikutan daripadanya. Saya sendiri berpendapat, memang belum
selesai. Buktinya belum pernah muncul sejarah revolusi Indonesia.
Karena memang belum ada distansi dengannya. Belum merupakan kebulatan
yang selesai. Maka para sejarawan takut. Malah kata revolusi nasional
cenderung dinamai dan dibatasi sebagai perang kemerdekaan.
Pertentangan manikebu dan pihak kami dulu tidak lain cuma soal
polemik. Memang keras, tapi tak sampai membunuh, kan? Kan itu memang
satu jalan untuk mendapatkan kebenaran umum, yang bisa diterima oleh
umum? Bahwa pada waktu itu terjadi teror yang dilakukan oleh
orang-orang Lekra sebagaimana dituduhkan sekarang, betul- betul saya
belum bisa diyakinkan. Beb Vuyk dalam koran Belanda menuduh: teror
telah dilakukan orang-orang Lekra terhadap beberapa orang, antaranya
Bernard IJzerdraad. Waktu ia datang ke Indonesia dan menemuinya
sendiri, IJzerdraad menjawab tidak pernah diteror. Dan Beb Vuyk tidak
pernah mengkoreksi tulisannya. Beb Vuyk sendiri meninggalkan Indonesia
setelah kegagalan pemberontakan PRRI-Permesta, kemudian minta
kewarganegaraan Belanda. Mungkin ia merasa begitu pentingnya bagi
Indonesia sehingga dalam usianya yang sudah lanjut merasa
berkepentingan untuk mendirikan kebohongan terutama untuk menyudutkan
saya. pada hal dalam polemik-polemik tsb. saya hanya menggunakan hak
saya sebagai warganegara merdeka untuk menyatakan pendapat. Dan saya
sadari hak saya. Seperti sering kali saya katakan: kewarganegaraan
saya peroleh dengan pergulatan bukan hadiah gratis.
Dan apa sesungguhnya kudeta gagal G-30S/PKI itu? Saya sendiri tidak
tahu. Sekitar tanggal 24 bulan lalu saya menerima fotokopi dari
seorang wartawan politik Eropa dari Journal of Contemporary Asia,
tanpa nomor dan tanpa tahun, berjudul: "Who's Plot--New Light on the
1965 Events," karangan W.F. Wertheim. Itulah untuk pertama kali saya
baca uraian dari orang yang tak berpihak. Juga itu informasi pertama
setelah 20 tahun belakangan ini. Rupa-rupanya karena ketidaktahuan
saya itu saya harus dirampas dari segala-galanya selama 14 tahun 2
bulan + hampir 6 tahun tahanan kota (tanpa pernyataan legal), tanpa
pernah melihat dewan hakim yang mendengarkan pembelaan saya. Memang
sangat mahal harga kewarganegaraan yang harus saya bayar. Maka juga
kewarganegaraan saya saya pergunakan semaksimal mungkin. Itu pun masih
ada saja orang yang tidak rela. Juga surat pada Bung ini saya tulis
dengan menjunjung tinggi harga kewarganegaraan saya.
Sekarang akan saya tanggapi tulisan A.K.M. Ia tidak ada di Indonesia
waktu meletus peristiwa 1965 itu. Tetapi saya sendiri mengalami. Saya
akan ceritakan sejauh saya alami sendiri, untuk tidak membuat terlalu
banyak kesalahan.
Pada 1 Oktober 1965 pagihari saya dengar dari radio adanya gerakan
Untung. Kemudian berita tentang susunan nama Dewan Revolusi. Sebelum
itu pengumuman naik pangkat para prajurit yang ikut dalam gerakan
Untung dan penurunan pangkat bagi mereka yang jadi perwira di atas
letkol. Sudah pada waktu itu saya terheran-heran, kok belum-belum
sudah mengurusi pangkat? Ini gerakan apa, oleh siapa? Saya lebih
banyak di rumah daripada tidak. Kerja rutine ke luar rumah adalah
dalam rangka menyiapkan Lentera dan mengajar pada Res Publika. Dan
sangat kadang-kadang ke pabrik pensil di mana saya "diangkat" jadi
"penasihat." Jadi di rumah itu saja saya "ketahui" beberapa hal yang
terjadi dari suara-suara luar yang datang. Mula-mula datang Abdullah
S.P., itu penantang Hamka, waktu itu baru saja bekerja di sebuah surat
kabar Islam yang baru diterbitkan, dan yang sekarang saya lupa
namanya. Ia mengatakan merasa tidak aman dan hendak mengungsi ke
tempatku. Saya keberatan, karena memang tidak tahu situasi yang
sesungguhnya. Seorang pegawai tatausaha Universitas Res Publika datang
ke rumah menyerahkan honor, dan mengatakan Universitas ditutup karena
keadaan tidak aman. Ia menyerahkan honor lipat dari biasanya. Beberapa
hari kemudian datang pegawai dari pabrik pensil, juga menyerahkan
honor, juga lipat dari biasanya, karena pabrik terpaksa ditutup,
keadaan gawat. Kemudian datang seorang teman yang memberitakan, rumah
Aidit dibakar, demikian juga beberapa rumah lain. Ia juga memberitakan
tentang cara massa bergerak. Mereka menyerang rumahtangga orang,
kemudian datang para petugas berseragam yang tidak melindungi malah
menangkap yang diserang. "Saya yakin Bung akan diperlakukan begitu
juga," katanya. Soalnya apa dengan saya? tanyaku. "Kesalahan bung,
karena bung tokoh." Itu saja? Tempatku di sini, kataku akhirnya.
Seorang penjahit, yang pernah dibisiki larangan menjahitkan pakaian
saya oleh tetangga anggota PNI-- penjahit itu juga
tetangga--menawarkan tempat aman pada saya nun di Brebes (kalau saya
tidak salah ingat). Saya ucapkan terimakasih. Mengherankan betapa
orang lain dapat melihat, keamananku dalam ancaman. Seorang teman lain
datang dan menganjurkan agar saya lari. Mengapa lari? tanya saya. Apa
yang saya harus larikan? Diri saya? dan mengapa?
Kemudian datang seorang pengarang termuda yang saya kenal. Biasanya ia
langsung masuk ke belakang dan membuka sendiri lemari makan. Ia tidak
mengulangi kebiasaannya. Tingkahnya menimbulkan kecurigaan. Saya masih
ingat kata- kata yang saya ucapkan kepadanya: saya seorang diri dari
dulu, kalau pengeroyok memang hendak datangi saya akan saya hadapi
seorang diri; tempat saya di sini.
Keadaan makin lama makin gawat. Isteri saya baru dua bulan melahirkan.
adalah tepat bila ia dan anak-anak untuk sementara menginap di rumah
mertua. Papan nama saya, dari batu marmer, bertahun-tahun hanya
tergeletak, sengaja saya pasang di tembok depan dengan lebih dahulu
memahat tembok. Sebagai pernyataan: saya di sini, jangan nyasar ke
alamat yang salah.
Di tempat lain isteri kedua mertua saya mengadakan selamatan untuk
keselamatan saya. Sementara itu saya tetap tinggal di rumah menyiapkan
ensiklopedi sastra Indonesia. Dalam keadaan lelah saya saya beralih
mempelajari Hadits Bukori. di malam hari semua lampu saya padamkan dan
saya duduk seorang diri di beranda. Teman saya hanya seorang, adik
saya yang pulang ke Indonesia untuk menyiapkan disertasinya, Koesalah
Soebagyo Toer.
Kemudian datang tanggal 13 Oktober 1965 jam 23.00. Tahu-tahu rumah
saya sudah dikepung. Lampu pagar dari 200 watt--waktu tegangan hanya
110, namun dapat dianggap terlalu mewah untuk kehidupan kampung--saya
nyalakan. Di depan pintu saya lihat orang lari menghindari cahaya.
Mukanya bertopeng. Tangannya membawa pikar. Malam-malam, dengan topeng
pula, langsung terpikir oleh saya, barang itu tentu habis dirampoknya
dari rumah yang habis diserbu. Saya tahu itu pikiran jahat. apa boleh
buat karena suara- suara gencar memberitakan ke rumah, pihak militer
mengangkuti anak-anak sekolah ke atas truk dan disuruh
berteriak-teriak menentang Soekarno. Saya tidak pernah melihat
sendiri. Saya percaya, karena pelda (atau peltu?) yang tinggal di
depan rumah saya, sudah dua malam berturut- turut bicara keras di gang
depan rumah, bahwa militer punya politik sendiri, Soekarno sudah tidak
ada artinya. Konon ia bekas KNIL. Malah pada malam kedua ia buka mulut
keras-keras sambil mondar-mandir, dan saya merasa itu ditujukan pada
saya, rokok kretek saya cabut dari bibir dan saya lemparkan padanya.
Terdengar ia melompat sambil memekik. Jadi kalau saya punya pikiran
jahat seperti itu bukan tidak pada tempatnya. Nah, setiap lampu pagar
saya matikan, muncul gerombolan di depan pintu. Bila saya nyalakan
lagi mereka lari. Jelas mereka muka-muka yang saya telah kenal. Tak
lama kemudian batu-batu kali tetangga samping, yang dipersiapkan untuk
membangun rumah, berlayangan ke rumah saya. Itu tidak mungkin
dilemparkan oleh tenaga satu orang. Paling tidak dua orang dengan
jalan membandulnya dengan sarung atau dengan lainnya. Kalau anak-anak
saya masih di rumah, terutama bayi 2 bulan itu, saya tak dapat
bayangkan apa yang bakal terjadi. Batu besar berjatuhan di dalam rumah
menerobosi genteng dan langit-langit. Jadi benar-benar orang
menghendaki kematian saya. Saya ambil tongkat pengepel dari kayu
keras, juga mempersenjatai diri dengan samurai kecil (pemberian
Joebaar Ajoeb sekembalinya dari Jepang). Ini hari terakhir saya, di
sini, di tempat saya. Saya tahu, takkan mungkin dapat melawan satu
gerombolan, tapi saya toh harus membela diri? Jalan kedua untuk
bertahan adalah memberi gerombolan itu sesuatu yang mereka ingat
seumur hidup: kata-kata yang lebih ampuh dari senjata.
Dengan suara cukup keras saya memekik: Ini yang kalian namai berjuang?
Kalau hanya berjuang aku pun berjuang sejak muda. Tapi bukan begini
caranya. Datang ke sini pemimpin kalian! Berjuang macam apa begini ini?
Ingar-bingar terhenti. Juga lemparan batu. Tiba-tiba sebongkah besar
batu kali menyambar paha saya dan melesat mengenai pintu depan yang
sekaligus hancur. Lemparan batu menjadi hebat kembali. Lampu pagar
sengaja dihancurkan dengan lemparan juga.
Saya dengar suara: Mana minyaknya. Sini, bakar saja. Tetapi saya
dengar juga suara orang tua tetangga sebelah kiri saya, seorang dukun
cinta: jangan, jangan dibakar, nanti rumah saya ikut terbakar. Tak
lama kemudian terdengar suara lagi: jangan lewat di tanah saya. Waktu
saya lihat ke dalam rumah adik saya sudah tidak ada. Rupanya ia
meloloskan diri dari pintu pagar belakang dan langsung memasuki tanah
sang dukun cinta.
Dan betul saja kata teman itu: kemudian datang orang- orang
berseragam. Metode kerja yang kelak akan terus- menerus dapat dilihat.
Mereka terdiri dari polisi dan militer. Saya belum lagi sempat
menggunakan tongkat dan samurai saya, mereka belum lagi memasuki
pekarangan rumah saya.
Komandan militer operasi dan gerombolannya saya bukakan pintu. Mereka
masuk dan langsung menyalahkan saya: sia- sia melawan rakyat. Kontan
saya jawab: Gerombolan, bukan rakyat.
Setelah mereka memeriksa seluruh rumah ia bilang lagi: Siapkan, pak
mari kami amankan, segera pergi dari sini. Saya berteriak memanggil
adik saya. Dia muncul, entah dari mana. Dijanjikan akan diamankan,
saya siapkan naskah saya Gadis Pantai untuk diselesaikan dan mesin
tulis. Pada seorang polisi dalam team itu saya bertanya: kenal saya?
Kenal, pak. Tolong selamatkan semua kertas dan perpustakaan saya. di
situ adalah perkerjaan Bung Karno (waktu itu saya belum sampai selesai
menghimpun cerpen-cerpen Bung Karno, dan korespondensi
Soekarno-Sartono-Thamrin masih belum memadai untuk diterbitkan). Dia
berjanji untuk menyelamatkan.
Mereka giring kami berdua melalui gang. Gerombolan itu berjalan
mengepung di samping dan belakang. Ada yang membawa tombak, keris,
golok, belati. Benar, alat negara itu tidak menangkap gerombolan
penyerbu, malah menangkap yang diserbu. Dan sebanyak itu dikerahkan
untuk menumpas satu-dua orang. Hebat benar membikin momentum qua
perjuangan. Sampai di sebuah lapangan gang jurusan belakang rumah,
sebelum dinaikkan ke atas Nissan mereka ikat tanganku ke belakang dan
menyangkutkan ke leher, sehingga rontaan pada tangan akan menjerat
leher. Tali mati. Bukan simpul mati yang diajarkan di kepanduan. Tali
mati. Macam ikatan yang dipergunakan untuk tangkapan yang akan dibunuh
semasa revolusi dulu. Tentu saja saya menyesal akan mati dalam keadaan
seperti ini. Lebih indah bila dengan bertarung di atas tanah tempat
saya tinggal. Melewati jembatan depan rumahsakit umum pusat Koptu
Sulaiman menghantamkan gagang besi stennya pada mataku. Cepat saya
palingkan kepala dan besi segitiga itu tak berhasil mencopot bola mata
tetapi meretakkan tulang pipi. Saya memahami kemarahannya, bukan
padaku sebenarnya, tapi pada atasannya, karena tak boleh ikut memasuki
rumah saya. Mereka bawa kami ke Kostrad, kalau saya tidak keliru. Yang
sedang piket adalah seorang Letkol. Kami diturunkan di situ, dan pada
perwira itu saya minta agar kertas dokumentasi dan perpustakaan
diselamatkan. Kalau Pemerintah memang menghendaki agar diambil, tapi
jangan dirusak. Ia menyanggupi. Dari situ kami dibawa memasuki sebuah
kompleks perumahan yang saya tak tahu kompleks apa. Dari jendela
nampak puncak emas Monas. Kemudian saya dapat mengenali rumah itu;
hanya masuknya tidak berkelok- kelok melalui kompleks, tetapi langsung
dari jalan raya, karena pada 1955 di ruang yang sama saya pernah
menemui Erwin Baharuddin, bekas sesama tahanan Belanda di penjara
Bukitduri.
Piket mengambil semua yang saya bawa di tangan, naskah dan mesin
tulis, juga samurai yang tersisipkan dalam kaos kaki. Waktu ia tinggal
seorang diri rolex saya dikembalikan, berpesan supaya jangan
kelihatan, sembunyikan baik-baik. kami dipersilakan ke sebuah ruangan
tempat di mana sudah menggeloyor di lantai beberapa orang. Seorang
adalah Daryono dari suatu SB (entah SB apa) dan seorang perjaka
jangkung tetangga sendiri. Piket yang mengembalikan jamtangan itu
memasuki ruangan tempat kami tergolek di lantai. Di sebuah papantulis
besar tertulis dengan kapur: Ganyang PKI. Ia pergi ke situ dan
menghapus tulisan itu sambil berguman: apa saja ini!
Seorang bocah berpangkat kopral, bermuka manis, menghampiri dan
menanyai ini-itu. Saya tanyakan apa pangkatnya. Ia menjawab dengan
pukulan dan tempeleng, kemudian pergi. Kurang lebih dua jam kemudian
saya lihat Nissan patrol datang dan menurun-nurunkan barang. Beberapa
contoh ditaruh di atas meja di ruangan tempat kami menggeletak di
lantai. Saya kenal benda-benda itu: kartotik file saya sendiri,
dokumentasi potret sejarah, malah juga klise timah yang saya siapkan
untuk saya pergunakan dalam jangka panjang. Saya jadi mengerti
perpustakaan dan dokumentasi saya, jerih-payah selama lima belas tahun
telah dibongkar, 5.000 jilid buku dan beberapa ton koleksi suratkabar.
Angka-angka itu saya dapatkan dari sarjana perpustakaan yang sekitar
dua tahun membantu saya.
Tangkapan-tangkapan baru terus berdatangan. Ada yang sudah tak bisa
jalan dan dilemparkan ke lantai. Kemudian datang tangkapan yang
langsung mengenali saya. Ia bertanya mengapa saya berlumuran darah.
Baru waktu itu saya sadar kemejaku belang-bonteng kena darah sendiri,
demikian juga celana, yang rupanya teriris batu kali yang dilemparkan.
Dialah yang bercerita, semua kertas saya diangkuti militer. Massa
menyerbu dan merampok apa saja yang ada, sampai-sampai mangga yang
sedang sarat berbuah digoncang buahnya. Tak ada satu cangkir atau
piring tersisa. Rumah bung tinggal jadi bolongan kosong blong.
Jangan dikira ada perasaan dendam pada saya; tidak. Justru yang
teringat adalah satu kalimat dari Njoto, yang A.K.M. juga kenal:
Tingkat budaya dan peradaban angkatan perang kita cukup rendah,
memprihatinkan, kita perlu meningkatkannya. Saya juga teringat pada
kata-kata lain lagi: Kalau kau mendapatkan kebiadaban, jangan beri
kebiadaban balik, kalau mampu, beri dia keadilan sebagai belasan.
Dalam tahanan di RTM tahun 1960 saya mendapatkan kata baru dari dunia
kriminal: brengsek. Sekarang saya dapat kata baru pula: di-aman-kan,
yang berarti: dianiaya, sama sekali tidak punya sangkut-paut dengan
aman dan keamanan. Sebelum itu saya punya patokan cadangan bila orang
bicara denganku: ambil paling banyak 50% dari omongannya sebagai
benar. Sekarang saya mendapatkan tambahan patokan: Kalau yang berkuasa
bilang A, itu berarti minus A. Apa boleh buat, pengalaman yang
mengajarkan.
Di antara orang kesakitan di kiri dan kanan saya, di mana orang tidak
bisa dan tidak boleh ditolong, terbayang kembali wartawan Afrika--saya
sudah tidak ingat dari Mali, Ghana atau Pantai Gading--yang waktu naik
mobil pertanyakan: Apa Nasakom itu mungkin? Apa itu bukan utopi? Saya
jawab: di Indonesia diperlukan suatu jalan. Setiap waktu bom waktu
kolonial bisa meletus. Itu kami tidak kehendaki. Nampaknya Nasakom
sebagai kenyataan masih dalam pembinaan. Dia bilang: Kalau Nasakom
gagal? Bukankah itu berarti punahnya pemerintah sipil, karena Nasakom
tersapu? Jawabku: Kami hanya bisa berusaha. Dia bilang lagi: Kalau
Nasakom disapu, tidak akan lagi ada kekuatan nasionalis, agama maupun
komunis! Dialog selanjutnya saya sudah tak ingat.
Pagi itu-itu diawali kedatangan serombongan wartawan Antara, tanpa
sepatu, semua lututnya berdarah. Di antaranya paman saya sendiri, R.
Moedigdo, yang saya tumpangi hampir 3,5 tahun semasa pendudukan
Jepang. Dia pun tak terkecuali. Kemudian saya dengar, mereka baru
datang dari tangsi CPM Guntur dan habis dipaksa merangkak di atas
kerikil jalanan. Menyusul datang power. Orang- orang militer
melempar-lemparkan tangkapan baru itu dari atas geladak dan terbanting
ke tanah. Ruangan telah penuh- sesak dengan tangkapan baru, sampai di
gang-gang. Itu berarti semakin banyak erangan dan rintihan. Di
antaranya terdapat sejumlah wanita. Sedang gaung dari pers yang
menyokong militer sudah sejak belum ditangkap, tak henti- hentinya
menalu gendang untuk membangkitkan emosi rakyat terhadap PKI dan
organisasi massanya: Gerwani di Lubangbuaya memotongi kemaluan para
jendral dan melakukan tarian cabul dan semacamnya, tipikal buah
pikiran orang yang tak pernah mempunyai cita-cita. Bulu kuduk berdiri
bukan karena tak pernah menduga orang Indonesia bisa membuat kreasi
begitu kejinya.
Kemudian datang waktu pemeriksaan. Saya dibawa ke ruang pemeriksaan,
yang sepanjang jam, siang dan malam diisi oleh raungan dan pekikan.
Juga dari mulut wanita. Memang ruang yang saya masuki waktu itu tidak
seriuh biasanya. Alat-alat penyetrum tidak dikerahkan. Di pojokan
seorang KKO bertampang Arab, hitam, tinggi dan langsing, dingan kaki
bersepatu bot menginjak kaki telanjang yang diperiksanya. Dan di
antara jari-jemari pemuda malang itu disisipi batang pensil dan tangan
itu kemudian diremas si pemeriksa sambil tersenyum dan bertanya: Ada
apa? Ada apa kok memekik? Di samping pemuda itu adalah saya, diperiksa
oleh seorang letnan (atau kapten?) bernama Nusirwan Adil.
Di luar dugaan pemeriksaan terhadap saya tidak disertai penganiayaan
seperti dideritakan pemuda malang di samping kiri saya. Pemeriksa itu
tenang dan sopan, dan mungkin cukup terpelajar dan beradab. Ia memulai
dengan pertanyaan mengapa saya berdarah-darah.
Jawab: terjatuh.
Tapi itu bukan termasuk dalam acara pemeriksaan.
Pertanyaan: Bagaimana pendapat tentang gerakan Untung?
Jawab: tidak tahu sesuatu tentangnya.
Pertanyaan: Apa membenarkan gerakan itu?
Jawab: Kalau mendapat kesempatan mempelajari kenyataan- kenyataannya
yang authentik mungkin dalam lima tahun sesudahnya saya akan bisa
menjawab pertanyaan itu.
Sebelum meneruskan tentang pemeriksaan ini saya sisipkan dulu beberapa
hal sebelum penangkapan saya. Pertama: sejak semula saya sependapat
bahwa gerakan Untung, yang kemudian dinamai G-30S/PKI, adalah gerakan
dalam tubuh angkatan darat sendiri. Pendapat itu tetap bertahan sampai
sekarang, juga sebelum membaca tulisan Wertheim dalam Journal of
Contemporary Asia. Berita-berita pengejaran dan pembunuhan semakin
hari semakin banyak dan menekan. Kedua: seorang perwira intel pernah
datang berkunjung khusus untuk menyampaikan, bahwa militer akan
memainkan peranan kucing terhadap PKI sebagai tikus. Tiga: dua
mahasiswa UI telah dilynch di jalanan raya yang baru dibangun, masih
lengang, di sekitar kampus. Keempat: pemeriksaan terhadap para
tangkapan berkisar pada dua hal, pertama keterlibatan dalam peristiwa
Lubangbuaya, kedua keanggotaan Pemuda Rakyat dan PKI. Kelima: beberapa
hari sebelum penangkapan seorang pegawai Balai Pustaka mengumumkan
dalam harian Api Pancasila di Jakarta, bahwa saya adalah tokoh Pemuda
Rakyat. Karena sebagai pelapor ia menyebutkan diri pegawai Balai
Pustaka, jadi saya datang menemui direktur BP--waktu itu Hutasuhut,
kalau saya tidak salah ingat--dan mengajukan protes karena BP
dipergunakan sebagai benteng untuk menyebarkan informasi yang salah
tentang saya. Direktur BP menolak protes saya. Pegawai yang menulis
itu tinggal beberapa puluh langkah dari rumah saya. Dalam peristiwa
plagiat Hamka ia pernah mengirimkan surat pembelaan untuk Hamka dan
hanya sebagian daripadanya saya umumkan.
Dan memang ruangan rumah saya pernah dipinjam untuk pendirian ranting
Pemuda Rakyat. Tetapi itu bukan satu- satunya. Kalau sore ruangan
belakang juga menjadi tempat taman kanak-kanak (reportase tentangnya
pernah ditulis oleh Valentin Ostrovsky, kalau saya tidak meleset
mengingat). Setiap Kamis malam ruangan depan dipergunakan untuk tempat
diskusi Grup diskusi Simpat Sembilan. Setiap pertemuan didahului
dengan pemberitahuan pada kelurahan. Jadi tidak ada sesuatu yang dapat
dituduhkan illegal.
Keenam: seseorang menyampaikan pada saya, mungkin juga pada sejumlah
orang lagi, kalau diperiksa adakan anggota PKI atau ormasnya, akui
saja ya--tidak peduli benar atau tidak; soalnya mereka tidak
segan-segan membikin orang jadi invalid seumur hidup untuk menjadi
tidak berguna bagi dirinya sendiri pun untuk sisa umurnya selanjutnya.
Dan, tidak semua orang tsb., dapat saya sebut namanya, karena memang
tidak mampu mengingat--hampir 20 tahun telah liwat.
Jadi waktu pemeriksa menanyakan apakah saya anggota PKI, saya jawab ya.
Pertanyaan: Apakah percaya negara ini akan jadi negara komunis?
Jawab: Tidak dalam 40 tahun ini.
Sebabnya?
Faktor geografi dan konservativitas Indonesia.
Cuma itu sesungguhnya isi pemeriksaan pokok. Tetapi karena selama
dalam penahanan itu harian Duta Masyarakat memberitakan reportase
tentang penyerbuan gerombolan itu ke rumah saya dan rumah S. Rukiah
Kertapati, di mana disebutkan di rumah saya ditemukan buku-buku curian
dari musium pusat dan di rumah Rukiah setumpuk permata, jadi
pemeriksaan berpusat pada soal pencurian tsb. Memang saya pernah
meminjam satu beca majalah, harian dan buku dari musium pusat. Yang
belum saya kembalikan adalah Door Duisternis to Licht Kartini dan
harian Medan Prijaji tahun 1911 dan 1912. Kalau arsip itu tersusun
baik, akan bisa ditemukan, bahwa sumbangan saya ada 10 kali lebih
banyak dari pada yang masih saya pinjam.
Dengan demikian pemeriksaan selesai. Benar-tidaknya omongan saya ini
dapat dicek pada proces verbal, sekiranya masih tersimpan baik pada
instansi yang berwenang.
Bila ada selisih, soalnya karena waktunya sudah terlalu lama.
Mungkin Bung bertanya dari mana saya tahu ada berita dalam Duta
Masyarakat yang menuduh saya mencuri. Ya, pada suatu pagi muncul
seorang kapten di ruang tempat serombongan tahanan. Ia langsung
mengenali saya, sebaliknya saya mengenal dia sebagai sersan di RTM
tahun 1960. Ia bertubuh tinggi, berkulit langsat dan bibir atasnya
suwing. Saya tak dapat mengingat namanya. Suatu malam ia kunjungi aku
di kamar kapalselam (sel isolasi) di RTM itu. Banyak mengobrol, antara
lain ia bercerita pernah ikut pasukan merah dalam Peristiwa Madiun.
Pagi itu ternyata ia berpangkat kapten. Langsung ia bertanya di mana
Sjam. Itu untuk pertama kali saya dengar nama itu. Tapi ia segera
membatalkan pertanyaanya dengan kata-kata: Ah, Pak Pram sastrawan,
tentu tidak tahu siapa dia. Ramahnya luarbiasa, bawahannya
diperintahkannya untuk mengambilkan kopi dan menyediakan veldbed untuk
saya. Dan hanya perintah pertama yang dilaksanakan. Setelah ia pergi
seorang sersan gemuk yang terkenal galak, dari Sulawesi, kalau tak
salah ingat, juga seorang haji, memanggil saya dengan ramahnya dan
menyuruh saya membaca Duta Masyarakat itu.
Nah Bung, setelah pemeriksaan satu rombongan dikirim ke CPM Guntur.
Sebelum pergi saya minta pada Nusyirwan Adil untuk membebaskan adik
saya, karena baru saja datang ke Indonesia untuk menyiapkan
disertasinya. Ia luluskan permintaan saya, diketikkan surat
pembebasan. Sebelum pergi ia saya titipi jam tangan saya, untuk
dipergunakan belanja istri saya.
Di Guntur hanya untuk didaftar dan dirampas apa yang ada dalam kantong
para tangkapan. Sepatu sampai sikatgigi dan ikatpinggang. Waktu itu
baru saya sadari di dalam kantong saya masih tersimpan honorarium dari
Res Publika dan pabrik pensil. Semua dirampas dengan alasan: nanti
dalam tahanan agar tidak dicuri temannya. Dari guntur kami dibawa ke
Salemba. Tangan tetap di atas tengkuk dan tubuh harus tertekuk, tidak
boleh berdiri tegak, setinggi para penangkap. Dalam
pelataran-pelataran penjara itu nama dibaca satu-persatu oleh seorang
militer. Waktu sampai pada giliran saya ia berhenti dan berseru: Lho,
Pak Pram, di sini ketemu lagi? Peltu (atau pelda) itu adalah pengawal
bersepedamotor yang mengawal sebuah sedan biru-tua dalam bulan
November 1960 dari Peperti Peganggsaan ke RTM Jl. Budi Utomo. Dalam
sedan itu saya, setelah diminta "diwawancarai" oleh Sudharmono, mayor
BC Hk. Dan peltu atau pelda di depanku Oktober 1965 itu adalah Rompis.
Sejak itu berkelanjutan perampasan hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak
sipil saya selama hampir 20 tahun ini. Dan Bung Keith, tidak satu
orang pun dari kaum manikebuis itu terkena lecet, tidak kehilangan
satu lembar kertas pun. Sampai sekarang pun mereka masih tetap hidup
dalam andaian, sekiranya kaum kiri menang. Dari menara andaian itu
mereka menghalalkan segala: perampasan, penganiayaan, penghinaan,
pembunuhan. Tetap hidup dalam kulit telur keamanan dan kebersihan,
suci, anak baik-baik para orangtua, dan anak emas dewa kemenangan.
Paling tidak sepuluh tahun lamanya saya melakukan kerjapaksa, mereka
satu jam pun tidak pernah. Nampaknya mereka masih tidak rela melihat
saya hidup keluar dari kesuraman. Waktu saya baru pulang dari Buru,
banyak di antaranya yang memperlihatkan sikap manis. Bukan main.
Tetapi setelah saya menerbitkan BM, wah, kembali muncul keberingasan.
Tentang A.K.M. sendiri pertama kali saya mengenalnya pada tahun 1946,
di sebuah hotel di Garut. Ia tidak mengenal saya. Waktu itu saya
sedang dalam sebuah missi militer. Ia datang ke hotel itu dan
ngomong-ngomong dengan pemiliknya. Namanya tetap teringat, karena
waktu itu ia redaktur majalah Gelombang Zaman yang terbit di Garut.
Pertemuan kedua ialah di Balai Pustaka, waktu ia masih jadi pegawai
Balai Pustaka yang dikuasai oleh kekuasaan pendudukan Belanda. Setelah
penyerahan kedaulatan ia jadi sep saya dalam kantor yang sama--ya saya
sebagai pegawai negeri dengan pengalaman semasa revolusi sama sekali
tidak diakui, karena semua pegawainya bekas pegawai kekuasaan Belanda.
Sewaktu ia hidup aman di Australia, ternyata ia masih dalam hidup
dalam andaian, dan sebagaimana yang lain- lain tetap membiakkan
pengalaman kecil-mengecil semasa Soekarno untuk jadi gabus apung dalam
menyudutkan orang- orang semacam saya. Titik tolaknya tetap andaian.
Semua tidak ada yang mencoba menghadapi saya secara berdepan, dari
dulu sampai detik saya menulis ini.
Dalam pada itu yang dirampas dari saya sampai detik ini belum
dikembalikan. Rumah saya diduduki oleh militer, dari sejak berpangkat
kapten sampai mayor atau letkol, bahkan bagian belakang disewakan pada
orang lain. Itu pun hanya rumah kampung, namun punya nilai spiritual
bagi keluarga dan saya sendiri. Barangkali ada gunanya saya ceritakan.
Saya mendirikannya pada tahun 1958 bulan-bulan tua. pajak Honoraria
seorang pengarang adalah 15 persen, langsung dipotong oleh penerbit.
Waktu saya menyiarkan protes tentang tingginya pajak yang 15 persen,
tidak lebih dari seminggu kemudian perdana menteri Djuanda
menaikkannya jadi 20 persen, sama dengan pajak lotre. Maka juga
pendirian rumah itu melalui ancang-ancang panjang. Kumpul-kumpul dulu
kayu dari meter kubik pertama hingga sampai sepuluh dst. Saya
merencanakan rumah berdinding bambu sesuai dengan kekuatan. Sepeda
motor saya, BSA 500cc.--sepeda motor militer sebenarnya--juga
dikurbankan. Tiba-tiba mertua lelaki datang dan mengecam: mengapa
mesti bambu? Itu terlalu mahal biayanya. Menyusul perintah: tembok!
Ternyata bukan asal perintah. Ia tinggalkan pada saya dua puluh ribu
rupiah. Kalau sudah ada, kembalikan, katanya lagi. Maka jadilah rumah
tembok yang terbagus di seluruh gang. Ternyata tidak sampai di situ
ceritanya. Rekan-rekan yang tidak bisa mengerti, seorang pengarang
bisa mendirikan rumah, mulai dengan desas-desusnya. Satu pihak
mengatakan, saya telah kena sogok Rusia. ada yang mengatakan RRT.
Teman-teman yang dekat mengatakan saya telah kena sogok Amerika. Orang
tetap tidak percaya seorang pengarang bisa membangun rumah sendiri.
Mereka lupa, dalam Bukan Pasar Malam telah saya janjikan pada ayah
saya untuk memperbaiki rumah, dalam tahun pertama saya keluar dari
penjara Belanda. yang saya lakukan lebih daripada apa yang saya
janjikan, saya bangun baru, dan pada masanya adalah rumah terbagus di
seluruh kompleks, sekali pun hanya berdinding kayu jati. (Sekarang
memang jati lebih mahal dari tembok).
Kami sempat meninggali rumah kampung itu hanya sampai tahun 1965 atau
7 tahun. Orang yang tidak berhak justru selama hampir 20 tahun.
Iseng-iseng pernah saya tanyakan; jawabnya seenaknya: apa bisa
membuktikan rumah itu bukan pemberian partai? Habis sampai di situ.
Pada yang lain mendapat jawaban: jual saja rumah itu, separohnya
berikan pada penghuninya. Dan saya bilang: saya tidak ada prasangka
orang yang menghuni rumah saya itu dari golongan pelacur. Walhasil
sampai sekarang tetap begitu saja.
Baik, kaum manikebuis masih belum puas dengan segala yang saya alami.
Saya sama sekali tidak punya sedikitpun perasaan dendam. Setiap dan
semua pengalaman indrawi mau pun jiwai, bukan hanya sekedar modal,
malah menjadi fondasi bagi seorang pengarang.
Apa yang dialamai A.K.M. semasa Soekarno masih belum apa-apa
dibandingkan yang saya alami. Peristiwa Kemayoran? Pada 1958 sepulang
dari Konferensi Pengarang A- A di Tasykent lewat Tiongkok saya tidak
diperkenankan lewat Hongkong dan terpaksa lewat Mandalay, Burma.
Artinya, dengan kesulitan tak terduga. Sampai di Rangoon pihak
Kedutaan RI tidak mau membantu memecahkan kesulitan saya. Apa boleh
buat, tidak ada jalan bagi saya daripada mengancam akan memanggil para
wartawan Rangoon dan Jawatan Imigrasi Burma, memberikan pernyataan,
bahwa ada kedutaan yang tak mau mengurus warganegaranya yang
terdampar. Mereka terpaksa mengurus saya sampai tiba di Jakarta. Dari
Rangoon kemudian datang surat yang menuntut macam- macam. Saya hanya
menjawab dengan caci-maki dengan tembusan pada menteri luarnegeri,
waktu itu Dr. Subandrio. Saya harap surat itu masih tersimpan dalam
arsip. Peristiwa itu terjadi berdekatan dengan hari saya menghadap
Bung Karno untuk menyerahkan dokumen keputusan Konferensi di samping
juga bingkisan dari Ketua Dewan Menteri Uzbekistan, Syaraf Rasyidov,
kepadanya, disaksikan oleh beberapa orang, diantaranya Menteri Hanafi.
Tak terduga dalam pertemuan itu terjadi sedikit pertikaian dengan Bung
Karno. Ia memberi saya suatu instruksi dan saya menolak, karena
sebagai pengarang saya punya porsi kerja sendiri. Pertikaian ini
kemudian melarut, yang saya anggap wajar, sampai akhirnya atas
perintah Nasution saya ditahan di RTM, kemudian ke tempat lebih keras
di Cipinang, karena menentang PP 10. Hampir satu tahun dalam penjara,
kemudian dilepaskan dalam satu rombongan dan dengan satu nafas dengan
para pemberontak PRRI-Permesta sebagai hadiah terbebasnya Irian Barat.
Pada hal tidak lebih dari 3 tahun sebelumnya Nasution itu-itu juga
memberi saya surat penghargaan no. 0002 untuk bantuan pada angkatan
perang dalam melawan PRRI di SumBar.
Penahanan 1960-61 itu merupakan pukulan pahit bagi saya. Bukan saya
yang melakukan adalah kekuasaan Pemerintah saya sendiri. Juga sama
sekali tidak ada setitik pun keadilan di dalamnya. Saya merasa hanya
menuliskan apa yang saya anggap saya ketahui, dan berdasarkan padanya
pendapat saya sendiri. Dengan nama jelas, lengkap. Alamat saya pun
jelas, bukan seekor keong yang setiap waktu dapat memindahkan
rumahnya. Saya membutuhkan pengadilan. Dan itu tidak diberikan kepada
saya. Dalam isolasi ketat di Cipinang saya kirimkan surat pada Bung
Karno melalui Ngadino, kemudian mengganti nama jadi Armunanto, kepala
redaksi Bintang Timur dan anggota DPA. Surat itu bertujuan untuk
mendapat hukuman yang justified, entah sebagai pengacau, entahlah
sebagai penipu. Setidak-tidaknya bukan yang seperti sekarang. Ia tidak
meneruskannya, dengan alasan ada orang lain menyimpan tembusannya.
Orang itu adalah H.B. Jassin. Saya yakin surat itu masih tersimpan.
Dapat Bung bandingkan, bahwa andaian kesulitan semasa Soekarno masih
tidak berarti dengan kenyataan kesulitan yang saya sendiri alami.
Saya heran, bahwa di dalam halaman 2 A.K.M. menyatakan keheranannya
mengapa namanya dicoret dari daftar pencalonan Front Nasional. Terasa
lucu dan naif, selama ia sendiri tidak punya kekuasaan untuk
menentukannya. Katanya Lekra membakari bukunya? Saya baru tahu dari
halaman itu. Mungkin Boen S. Oemarjati yang berhak memberi penjelasan.
Di halaman 3 alinea pertama terdapat kisah yang mengagumkan tentang
Taslim Ali. Saya sering datang ke tempatnya di gedung perusahaan
Intrabu. Jadi dalam gambaran saya orang yang "selalu menterornya
dengan meletakkan pestol di atas meja" -nya itu adalah saya. Pramoedya
Ananta Toer. Soalnya surat Goenawan Muhammad tertanggal 28 November
1980 pada Sumartana mengatakan (hlm.3): "Achdiat pernah bercerita,
bahwa Pram pernah datang ke Balai Pustaka dengan meletakkan pistol di
meja." Kapan itu terjadi? Pestol siapa? Siapa yang saya temui dan saya
teror? Kiranya, kalau Goenawan tak berandai- andai, A.K.M. sendiri
yang berhak menjawab. Dalam alam kemerdekaan nasional memang pernah
saya bersenjata api. Suatu hari dalam 1958. Bukan pestol, tapi
parabellum. Tempat: dalam sebuah jeep dalam perjalanan antara Bayah
dengan Cikotok. Saksi: seorang letnan angkatan darat. Ia membutuhkan
bantuan saya untuk menyelidiki benar- tidaknya ada boulyon-boulyon
emas disembunyikan oleh Belanda sebelum meninggalkan Jawa pada 1942 di
dasar tambang mas Cikotok, dengan kesimpulan, bahwa semua itu omong
kosong belaka. Mengapa bersenjata? Karena sebelumnya sebuah kendaraan
umum telah dicegat DI, dibakar. Dan bangkainya masih nongkrong di
pinggir jalan. Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada
kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan
berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik. Dan saya pun tidak
pernah bisa diyakinkan ada orang datang untuk menteror Taslim Ali. Apa
yang bisa didapatkan dari dia? Sebaiknya A.K.M. menyebut jelas siapa
nama penteror itu.
Di halaman 5 tulisan A.K.M. alinea terbawah ditulis bahwa: "di depan
rumahnya saya sempat menyusukan selembar 10 ribu rupiah ke dalam
kepalannya. Dia agaknya begitu terharu, sehingga nampak matanya basah
tergenang," dan "saya tahu Pram tentu butuh duit ketika itu." Memang
agak janggal menampilkan saya saya semacam itu. Pada waktu itu saya
tidak dapat dikatakan dalam kesulitan keuangan. Segera setelah pulang
dari Buru sejumlah bekas tahanan Buru datang pada saya minta dibantu
memecahkan kesulitan mereka mencari penghidupan. Memang pihak gereja
telah banyak membantu, dan saya menghormati dan menghargai jasanya
pada mereka dengan tulus. Tetapi selama status dan namanya bantuan
barang tentu tidak mencukupi kebutuhan apalagi untuk keluarganya. Jadi
saya dirikan sebuah PT pemborong bangunan, sebuah usaha yang bisa
menampung banyak tenaga. Pada waktu A.K.M. datang ke rumah telah 36
orang ditampung, sebagian berkeluarga. Tidak kurang dari 5 rumah
dikerjakan, di antara 2 rumah mewah. Ada di antara mereka menumpang
ada saya. Usaha ini telah dapat memberi hidup (terakhir) 60 orang
dengan keluarganya. Tapi kesulitan itu? Beberapa kali datang intel,
yang dengan lisan mengatakan, rumah saya jadi tempat berkumpul tapol.
Beberapa orang dari kantor kotapraja memberi ultimatum untuk
menyediakan uang sekian ratus ribu dalam sekian hari. Seseorang datang
dan mengibar-ngibarkan kartu identitasnya sebagai intel Hankam.
Seorang datang mengaku sebagai pegawai sospol Depdag dengan tambahan
keterangan, teman-temannya orang Batak banyak, dan orang tidak
selamanya waspada. Tak akan saya katakan apa maksud kedatangan mereka.
Itu yang datang dari luar. Kesulitan dari dalam pun tak kalah
banyaknya. Teman-teman bekas tapol rata-rata sudah surut tenaganya
karena tua. Mereka belum terbiasa dengan teknik baru pembangunan rumah
sekarang. Mereka tidak terbiasa dengan material baru dan
pengerjaannya. Di samping itu kerjapaksa berbelas tahun tanpa imbalan
tanpa penghargaan, setiap hari terancam hukuman, telah berhasil
merusakkan mental sebagian dari mereka. Dalam pekerjaan yang mereka
hadapi mereka tidak berbekal ketrampilan vak. Sedang impian berbelas
tahun dalam posisinya sebagai budak-budak Firaun adalah terlalu indah.
Seorang yang di Buru mempunyai setiakawan begitu tinggi dan diangkat
jadi kepala kerja, kemudian lari membawa uang, dan bukan sedikit.
Seorang yang relatif masih muda, suatu malam datang dengan membawa
truk dan mengangkuti material bangunan yang telah tersedia dan
menjualnya di tempat lain dengan harga rendah untuk dirinya sendiri.
Seorang lagi yang juga tergolong muda, sama sekali tanpa ketrampilan
tukang, mendadak mengorganisasi pemogokan dengan tuntutan berlipat
dari hasil kerjanya. Pick-up Luv Chevrolet, sumbangan teman- teman
Savitri, dalam 3 bulan sudah berban gundul dan penyok-penyok.
Pukulan lain yang tak kurang menyulitkan datang. Memang sudah
diselesaikan sekitar 8 rumah dengan keadaan seperti itu. Kemudian dua
di antara yang dibangunkan rumahnya tidak mau melunasi kewajibannya,
mengetahui kedudukan hukum kami lemah. Berkali-kali Savitri minta
pertanggungjawaban atas bantuan teman-temannya yang diberikan. Saya
tak mampu lakukan itu. Tidak lain dari saya sendiri yang akan merasa
malu, dan semua harus saya telan sendiri. Akhirnya saya perintahkan
pembubaran PT itu tanpa pernah memberikan pertanggungjawaban pada
teman- teman Savitri.
Nah Bung, seperti itu situasi waktu terima selembar sepuluh ribu itu,
yang sama sekali tidak pernah saya kira akan dipergunakan oleh A.K.M.
untuk memperindah gambaran tentang dirinya. Semua kebaikan tidak akan
sia-sia memang bila tidak berpamrih. Dengan pamrih pun tentu saja
tidak mengapa, sejauh setiap tindak manusia yang sadar pasti mempunyai
motif. Tetapi bila pemberian dipergunakan sebagai investasi, yang
setiap waktu dikutip ribanya, sekalipun hanya riba moril, itu memang
betul-betul investasi, bukan pemberian. Dan siapa di dunia ini tidak
pernah menerima? Waktu saya baru datang dari Buru dan sejumlah orang
yang datang hanya untuk bersumbang. Jumlahnya dari 60 sampai 100 ribu,
di antaranya 3 mesin tulis, yang tiga-tiganya langsung diteruskan
untuk tapol yang lebih memerlukan. Demikian juga halnya dengan uang
pemberian. Saya pribadi praktis tidak ada uang dalam kantong. Itu akan
kelihatan bila berada di luar rumah. Di Buru pun ada sejumlah pemberi,
dari lingkungan dalam dan luar tapol, dari satu sampai sepuluh ribu.
Dalam keadaan sulit di Buru pun orang normal tidak bisa tinggal jadi
penerima saja. Terutama pihak gereja Katholik pernah memberi keperluan
tulis-menulis saya setiap bulan. Bahkan pernah saya terima 2 kali
berturut satu kardus besar berisi kacamata, dan pakaian untuk saya
pribadi. (Sampai sekarang saya simpan.) Maksud saya hanya untuk
menerangkan, pada bangsa-bangsa terkebelakang, atau menurut redaksi
baru bangsa-bangsa yang berkembang, memberi adalah keluarbiasaan dan
menerima adalah kebiasaan yang perlu dinyatakan.
Jangan dikira saya menulis demikian dengan emosi. Tidak. Suatu dialog
bagi saya tetap lebih menyenangkan daripada monolog. Setidak-tidaknya
dialog adalah pencerminan jiwa demokratis. Tetapi ucapan all forgiven
and forgotten atau we've forgiven but not forgotten, benar- benar
produk megalomaniak yang disebabkan mendadak bisa melesat dari
kompleks inferiornya, bukan karena kekuatan dalam, tapi luar dirinya.
Tentang Pancasila di hlm. 6, saya takkan banyak bicara kecuali
menyarankan untuk membuka-buka kembali pers Indonesia semasa Soekarno,
khususnya sekitar sebab mengapa presiden RI membubarkan konstituante
itu. Golongan mana yang menolak dan mana yang menerima Pancasila
sebelum dapat interpretasi atau pun revisi, formal ataupun non- formal.
Dalam hubungan ini saya teringat pada ucapan Nyoto, kalau tidak salah
di alun-alun Klaten pada tahun 1964, bahwa nampak ada kecenderungan
pada suatu golongan masyarakat (saya takkan mungkin mampu mereproduksi
redaksinya) yang membaca kalimat-kalimat Pancasila menjadi: Satu,
Ketuhanan yang Maha Esa; Dua, Ketuhanan yang Maha Esa; Tiga, Ketuhanan
yang Maha Esa; Empat, Ketuhanan yang Maha Esa; dan Lima, Ketuhanan
yang Maha Esa. Dia tidak dalam keadaan bergurau.
Selama 14 tahun dalam tahanan ucapan Nyoto bukan saja menjadi
kebenaran, lebih dari itu. Dakwah-dakwah yang diberikan, atau lebih
tepatnya dengan istilah orde baru santiaji, orang tidak menyinggung
sila-sila lain sesudah sila pertama, kalau menyinggung pun hanya
sekedar penyumbat botol kosong: beragama dan tidak beragama berarti
sembahyang. Tidak bersembahyang berarti tidak pancasilais, bisa juga
anti-pancasila. Ya, buntut panjang itu rupanya diperlukan untuk
menterjemahkan alam pikiran formalis Pribumi Indonesia, tidak mampu
membebaskan diri dari lambang-lambang, upacara, hari peringatan,
pangkat dan tanda-tandanya--dan bagi suku Jawa cukup lengkap di
dideretkan dalam sastra wayang.
Berdasarkan pengalaman sendiri saya dapat katakan: Revolusi Indonesia
tidak digerakkan oleh Pancasila; ia digerakkan oleh patriotisme dan
nasionalisme. Baru pada 1946 saya pernah mendapat tugas untuk memberi
penerangan tentang Pancasila dan PBB kepada pasukan. Selanjutnya tetap
tidak ada pertautan antara Pancasila dengan Revolusi.
Saya menghormati pandangan A.K.M. tentang Pancasila yang ia yakini,
sekali pun dengan Pancasila itu juga orang- orang sejenis kami
di-buru-kan sampai 10 tahun, dan A.K.M. tidak pernah melakukan sesuatu
protes. Dan pertanyaan kemudian, apakah ia tetap berpandangan
demikian--artinya tak perlu melaksanakannya dalam praktek--pada waktu
kepentingan dan keselamatan jiwanya terancam? Bicara di lingkungan
aman memang lebih mudah untuk siapapun, dan: tanpa pembuktian.
Dalam hubungan Pancasila dengan demokrasi barat di hlm. 7 sebagai
pesan A.K.M. pada rekan-rekannya sarjana Australia saya mempunyai kisah.
Pada 1984, Mr. Moh. Roem terkena serangan jantung dan dirawat di RSCM.
Seorang dokter menjemput saya, mengatakan, Pak Roem menginginkan
kedatangan saya. Saya tak pernah mengkaji apakah itu keinginan Pak
Roem atau ambisi si dokter itu saja. Langsung saya berangkat bersama
dengannya. Di ruang itu Pak Roem tidur dalam keadaan masih dihubungkan
pada alat pengontrol jantung. Penjemput saya langsung menemani perawat
sehingga hanya kami berdua di situ tanpa saksi. Menghadapi orang dalam
keadaan gawat tentu saja saya tidak bicara apa-apa. hanya beliau yang
bicara sampai lelah, sebagai pertanda saya harus mengundurkan diri
untuk menghemat tenaga yang beliau perlukan sendiri. Terlalu banyak
yang disampaikannya pada saya untuk orang dalam keadaan gawat seperti
itu. Satu hal yang berhubungan dengan Pancasila dan demokrasi Barat,
dan beliau sebagai ahli hukum, adalah: 50 + 1? Ya, biar begitu perlu
dipertimbangkan dengan adil, tidak seperti selama ini dinilai. Dalam
sejarah kita telah dibuktikan, bahwa kesatuan Indonesia terwujud hanya
karena demokrasi parlementer Barat.
Nah, Bung Keith, inti persoalan dengan kaum manikebu cukup jelas: saya
menggunakan hak saya sebagai warganegara Indonesia, hak yang juga ada
pada kaum manikebu. Omong kosong bila dikatakan pada waktu itu mereka
tak punya media untuk menerbitkan sanggahan. Waktu sekarang, waktu
secara formal hak sanggah melalui mass media tidak ada, saya tetap
menyanggah dengan berbagai cara yang mungkin, kalau memang ada yang
perlu disanggah. Sedang ucapan Pak Roem tsb., ternyata adalah pesan
politik terakhir. Beberapa minggu kemudian beliau meninggal dunia.
Saya belum selesai. Masih ada satu hal yang perlu disampaikan, hanya
di luar hubungan dengan surat terbuka Achdiat K. Mihardja.
Tak lama setelah pertemuan kita terakhir saya menerima surat dari
M.L., yang intinya tepat suatu jawaban terhadap saya. Tentu saja saya
mendapat kesan kuat, pembicaraan kita Bung teruskan padanya. Terima
kasih, bahwa hal-hal yang tidak jelas sudah dibikin terang olehnya.
Untuk tidak keliru membikin estimate tentang saya dalam persoalan
khusus ataupun umum ada manfaatnya saya sampaikan bahwa saya
menyetujui kehidupan bipoler. Saya membenarkan adanya dua superpower,
bukan saja sebagai kenyataan, juga sebagai pernyataan makro nurani
politik ummat manusia. Kalau hanya ada satu superpower akibatnya
seluruh dunia akan jadi bebeknya. Dua superpower mewakili kekuatan ya
dan kekuatan tidak, kekuasaan dan opposisi. Dalam tingkat nasional
saya menyetujui kehidupan bipoler. Ada kekuasaan ada opposisi. Kalau
tidak, rakyat akan jadi bebek pengambang, dengan kepribadian tidak
berkembang. Demokrasi dengan opposisi adalah juga pernyataan makro
nurani politik nasional. Dia adalah juga pencerminan mikro nurani
pribadi manusia, yang tindakannya ditentukan oleh ya atau tidak. Hewan
dengan serba naluri tak memerlukan nurani. Ia tak mengenal ya ataupun
tidak.
Semoga surat kelewat panjang ini--lebih tepat usaha pendokumentasian
diri sendiri--ada manfaatnya. Saya tidak ada keberatan bila diperbanyak.
Salam pada semua yang saya kenal, juga pada M.L. dan Savitri yang
pernah saya kecewakan.
Belakangan ini kesehatan saya agak membaik. Soalnya saya menggunakan
ramuan tradisional yang ternyata mengagumkan. Dengan pengamatan
melalui tes urine dengan benedict kadar gula yang positif dalam 24 jam
dapat menjadi negatif, yang tidak dapat saya peroleh melalui sport dan
kerja badan selama 2 minggu.
Salam hangat untuk Bung sendiri dan keluarga.
Tetap (tanda tangan).
http://www.radix.net/~bardsley/surat.html
Demi Demokrasi 2 (1985); an English translation is in Indonesia
Reports, cultural and social supplement (August 1986
Jauh Lebih Hebat dari Tangan Robot
Tangan kita, yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengaduk secangkir teh, membuka halaman surat kabar, atau menulis, telah dirancang sedemikian sempurna.
Ciri terpenting tangan adalah kemamuannya bekerja sebaik-baiknya dalam beragam kegiatan. Dengan dilengkapi otot dan saraf yang sangat banyak, lengan membantu tangan kita memegang benda dengan erat atau longgar sesuai dengan keadaannya. Misalnya, tangan manusia yang terkepal dapat memukul dengan pukulan seberat 45 kg.
Sebaliknya, melalui ibu jari dan jari telunjuk, tangan kita juga dapat merasakan sehelai kertas berketebalan sepersepuluh milimeter.
Jelas, kedua tindakan ini sangat berbeda sifatnya. Yang satu memerlukan kepekaan, sedang yang lain memerlukan kekuatan besar. Namun, kita tak perlu sedetik pun memikirkan apa yang perlu kita lakukan saat kita akan mengambil sehelai kertas dengan kedua jari atau memukul dengan kepalan. Kita pun tak perlu memikirkan cara menyesuaikan kekuatan tangan kita bagi kedua tindakan ini. Kita tak pernah berkata, "Sekarang saya hendak memungut sehelai kertas. Saya akan menerapkan kekuatan sebesar 500 g. Sekarang saya akan mengangkat seember air. Saya akan menerapkan kekuatan sebesar 40 kg." Kita tidak pernah repot-repot memikirkannya.
Alasannya adalah tangan manusia dirancang untuk melakukan semua tindakan ini secara bersamaan. Tangan diciptakan sekaligus dengan keseluruhan fungsi dan keseluruhan rancangan terkaitnya.
Semua jari tangan memiliki panjang, letak, dan kesesuaian yang pas satu sama lain. Contohnya, kekuatan kepalan yang dibentuk tangan dengan ibu jari normal itu lebih besar daripada kekuatan kepalan yang dibentuk tangan dengan ibu jari pendek. Ini karena, dengan panjang yang sesuai, ibu jari dapat menutupi jari-jari lainnya dan membantu menambah kekuatan dengan mendukung jari-jari yang lain.
Ada banyak seluk-beluk terperinci pada rancangan tangan: misalnya, tangan memiliki bagian-bagian pembentuk yang lebih kecil di samping otot dan saraf. Kuku pada ujung jari bukanlah hiasan sepele yang tidak memiliki kegunaan. Ketika memungut jarum dari lantai, kita menggunakan kuku maupun jari. Permukaan kasar pada ujung jari dan kuku membantu kita memungut benda kecil. Kuku memiliki peranan sangat penting dalam mengatur tekanan amat lemah yang dikerahkan jari pada benda yang dipegangnya. Keistimewaan khusus tangan lainnya adalah tangan tidak pernah kelelahan.
Dunia kedokteran dan ilmu pengetahuan bersusah-payah berusaha membuat tangan tiruan. Sejauh ini, tangan-tangan robot yang dihasilkan memiliki kekuatan yang sama dengan tangan manusia, tetapi tidak memiliki kepekaan sentuhan, kesempurnaan daya gerak, dan kemampuan melakukan beragam pekerjaan.
Banyak pakar setuju kita tidak bisa membuat tangan robot yang memiliki fungsi tangan lengkap. Insinyur Hans J. Schneebeli yang merancang tangan robot, yang dikenal sebagai "Tangan Karlsruhe", menyatakan bahwa semakin lama dia membuat tangan robot, semakin dia mengagumi tangan manusia. Dia menambahkan bahwa masih perlu waktu lama sampai kita dapat membuat tangan robot yang mampu melakukan sejumlah kecil saja pekerjaan yang dapat dilakukan tangan manusia.
Biasanya, tangan manusia bekerja bersama-sama dengan mata. Sinyal yang sampai ke mata diteruskan ke otak dan tangan bergerak menurut perintah yang diberikan otak. Tentu saja, ini berlangsung dalam waktu sangat singkat dan tidak diperlukan usaha khusus untuk melakukannya. Di lain pihak, tangan robot tidak dapat bergantung pada penglihatan dan sentuhan. Untuk setiap gerakan diperlukan perintah yang berbeda-beda. Selain itu, tangan robot tidak mampu melakukan bermacam fungsi. Contohnya, tangan robot untuk bermain piano tidak dapat memegang palu, dan tangan robot untuk memegang palu tidak dapat memegang telur tanpa memecahkannya. Beberapa tangan robot yang terakhir dibuat hanya mampu melakukan 2-3 gerakan bersamaan, tetapi ini masih sangat sederhana jika dibandingkan dengan kemampuan tangan manusia. Ketika Anda memikirkan kedua tangan yang bekerjasama secara selaras, kesempurnaan tangan ini akan lebih gamblang lagi.
Allah merancang tangan sebagai alat tubuh khusus bagi manusia. Dengan segala bagiannya, tangan manusia memperlihatkan kesempurnaan dan keunikan mahakarya ciptaan Allah.
Jun 14, 2007 oleh Harun Yahya
Ciri terpenting tangan adalah kemamuannya bekerja sebaik-baiknya dalam beragam kegiatan. Dengan dilengkapi otot dan saraf yang sangat banyak, lengan membantu tangan kita memegang benda dengan erat atau longgar sesuai dengan keadaannya. Misalnya, tangan manusia yang terkepal dapat memukul dengan pukulan seberat 45 kg.
Sebaliknya, melalui ibu jari dan jari telunjuk, tangan kita juga dapat merasakan sehelai kertas berketebalan sepersepuluh milimeter.
Jelas, kedua tindakan ini sangat berbeda sifatnya. Yang satu memerlukan kepekaan, sedang yang lain memerlukan kekuatan besar. Namun, kita tak perlu sedetik pun memikirkan apa yang perlu kita lakukan saat kita akan mengambil sehelai kertas dengan kedua jari atau memukul dengan kepalan. Kita pun tak perlu memikirkan cara menyesuaikan kekuatan tangan kita bagi kedua tindakan ini. Kita tak pernah berkata, "Sekarang saya hendak memungut sehelai kertas. Saya akan menerapkan kekuatan sebesar 500 g. Sekarang saya akan mengangkat seember air. Saya akan menerapkan kekuatan sebesar 40 kg." Kita tidak pernah repot-repot memikirkannya.
Alasannya adalah tangan manusia dirancang untuk melakukan semua tindakan ini secara bersamaan. Tangan diciptakan sekaligus dengan keseluruhan fungsi dan keseluruhan rancangan terkaitnya.
Semua jari tangan memiliki panjang, letak, dan kesesuaian yang pas satu sama lain. Contohnya, kekuatan kepalan yang dibentuk tangan dengan ibu jari normal itu lebih besar daripada kekuatan kepalan yang dibentuk tangan dengan ibu jari pendek. Ini karena, dengan panjang yang sesuai, ibu jari dapat menutupi jari-jari lainnya dan membantu menambah kekuatan dengan mendukung jari-jari yang lain.
Ada banyak seluk-beluk terperinci pada rancangan tangan: misalnya, tangan memiliki bagian-bagian pembentuk yang lebih kecil di samping otot dan saraf. Kuku pada ujung jari bukanlah hiasan sepele yang tidak memiliki kegunaan. Ketika memungut jarum dari lantai, kita menggunakan kuku maupun jari. Permukaan kasar pada ujung jari dan kuku membantu kita memungut benda kecil. Kuku memiliki peranan sangat penting dalam mengatur tekanan amat lemah yang dikerahkan jari pada benda yang dipegangnya. Keistimewaan khusus tangan lainnya adalah tangan tidak pernah kelelahan.
Dunia kedokteran dan ilmu pengetahuan bersusah-payah berusaha membuat tangan tiruan. Sejauh ini, tangan-tangan robot yang dihasilkan memiliki kekuatan yang sama dengan tangan manusia, tetapi tidak memiliki kepekaan sentuhan, kesempurnaan daya gerak, dan kemampuan melakukan beragam pekerjaan.
Banyak pakar setuju kita tidak bisa membuat tangan robot yang memiliki fungsi tangan lengkap. Insinyur Hans J. Schneebeli yang merancang tangan robot, yang dikenal sebagai "Tangan Karlsruhe", menyatakan bahwa semakin lama dia membuat tangan robot, semakin dia mengagumi tangan manusia. Dia menambahkan bahwa masih perlu waktu lama sampai kita dapat membuat tangan robot yang mampu melakukan sejumlah kecil saja pekerjaan yang dapat dilakukan tangan manusia.
Biasanya, tangan manusia bekerja bersama-sama dengan mata. Sinyal yang sampai ke mata diteruskan ke otak dan tangan bergerak menurut perintah yang diberikan otak. Tentu saja, ini berlangsung dalam waktu sangat singkat dan tidak diperlukan usaha khusus untuk melakukannya. Di lain pihak, tangan robot tidak dapat bergantung pada penglihatan dan sentuhan. Untuk setiap gerakan diperlukan perintah yang berbeda-beda. Selain itu, tangan robot tidak mampu melakukan bermacam fungsi. Contohnya, tangan robot untuk bermain piano tidak dapat memegang palu, dan tangan robot untuk memegang palu tidak dapat memegang telur tanpa memecahkannya. Beberapa tangan robot yang terakhir dibuat hanya mampu melakukan 2-3 gerakan bersamaan, tetapi ini masih sangat sederhana jika dibandingkan dengan kemampuan tangan manusia. Ketika Anda memikirkan kedua tangan yang bekerjasama secara selaras, kesempurnaan tangan ini akan lebih gamblang lagi.
Allah merancang tangan sebagai alat tubuh khusus bagi manusia. Dengan segala bagiannya, tangan manusia memperlihatkan kesempurnaan dan keunikan mahakarya ciptaan Allah.
Jun 14, 2007 oleh Harun Yahya
3 Hari Dalam Hidup Ini
Hari pertama : Hari kemarin.
Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…
Hari kedua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini.
Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga
Bismillahi Tawakaltu 'alalloh......
Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang Kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat dan beristirahat dengan tenang;
lepaskan saja…
Hari kedua : hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; toh belum tentu esok hari Kita merengkuhnya
biarkan saja…
Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup,
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri Kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila Kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini.
Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.
Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada Kita.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa Kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri Kita sendiri
Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga
Bismillahi Tawakaltu 'alalloh......
Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim
Ibrahim (Bahasa Arab إبراهيم ) (sekitar 1997-1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia mendapat gelar dari Allah dengan gelar Khalil Allah (Sahabat Allah). Selain itu ia bersama anaknya, Ismail terkenal sebagai pengasas Ka'bah. Ia diangkat menjadi nabi sekitar pada tahun 1900 SM, diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur, negeri yang disebut kini sebagai Iraq. (wikipedia)
Garis Keturunan
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as (Ensiklopedia Islam)
Ibrahim, Bapak Para Nabi
Ketika Ibrahim beranjak dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).
Dalam benaknya, terlintas beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).
Setelah Ibrahim bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta orang-orang yang sesat.
Beliau pun mengingatkan ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.
Berita tentang beliau lalu tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat. Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Pada suatu hari, Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah, dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya. Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. 'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).
Semuanya terdiam setelah mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam kebuntuan yang paling buruk.
"Mereka berkata, 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi," (QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).
Disinilah, Ibrahim dengan kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth) ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana," (QS. Al-Ankabut [29]:26). (Ensiklopedia Islam)
Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia merasakan bahawa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.
isah Nabi Ibrahim di dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran, nama Ibrahin as, disebutkan 69 kali yang tersebar di 25 surat, yaitu pada QS. 2:124, 2:125, 2:126, 2:130, 2:131, 2:132, 2:135, 2:136, 2:140, 2:258, 2:260, 3:65, 3:67, 3:68, 3:84, 3:95, 3:97, 4:54, 4:125, 4:163, 6:74, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:79, 6:80, 6:83, 6:161, 9:70, 9:114, 11:69, 11:70, 11:74, 11:75, 11:76, 12:6, 12:38, 14:35, 15:51, 16:120, 16:123, 19:41, 19:46, 19:58, 21:51, 21:60, 21:62, 21:69, 22:26, 22:43, 22:78, 26:69, 29:16, 29:31, 33:7, 37:83, 37:104, 37:109, 43:26, 51:24, 53:37, 57:26, 60:4, 78:19.
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56)
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64, Firman Allah SWT :
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64)
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 65-72, Firman Allah SWT :
kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Yakub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 65-72)
Pada Surat Al-An'aam [6] : ayat 74-78, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?" Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'aam [6] : ayat 74-82)
Pada Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82, Firman Allah SWT :
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah?" Mereka menjawab: "Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya". Berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar (do'a)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?" Mereka menjawab: "(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian". Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam, (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat". (QS. Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82)
Pada Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 83-89, Firman Allah SWT :
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'araa' [26] : ayat 83-89)
Pada Surat Ibraahiim [14] : ayat 35-41, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do'a. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS. Ibraahiim [14] : ayat 35-41)
Pada Surat Huud [11] : ayat 69-76, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth." Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak. (QS. Huud [11] : ayat 69-76)
Usia : 175 tahun
Periode sejarah : 1997 - 1822 SM
Tempat diutus (lokasi) : Ur di daerah selatan Babylon (Irak)
Jumlah keturunannya (anak) : 13 anak
Tempat wafat : Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)
Sebutan kaumnya : Bangsa Kaldan
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 69 kali
Ibrahim (Bahasa Arab إبراهيم ) (sekitar 1997-1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia mendapat gelar dari Allah dengan gelar Khalil Allah (Sahabat Allah). Selain itu ia bersama anaknya, Ismail terkenal sebagai pengasas Ka'bah. Ia diangkat menjadi nabi sekitar pada tahun 1900 SM, diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur, negeri yang disebut kini sebagai Iraq. (wikipedia)
Garis Keturunan
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as (Ensiklopedia Islam)
Ibrahim, Bapak Para Nabi
Ketika Ibrahim beranjak dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).
Dalam benaknya, terlintas beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).
Setelah Ibrahim bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta orang-orang yang sesat.
Beliau pun mengingatkan ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.
Berita tentang beliau lalu tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat. Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Pada suatu hari, Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah, dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya. Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. 'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).
Semuanya terdiam setelah mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam kebuntuan yang paling buruk.
"Mereka berkata, 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi," (QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).
Disinilah, Ibrahim dengan kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth) ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana," (QS. Al-Ankabut [29]:26). (Ensiklopedia Islam)
Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia merasakan bahawa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.
isah Nabi Ibrahim di dalam Al-Quran
Di dalam Al-Quran, nama Ibrahin as, disebutkan 69 kali yang tersebar di 25 surat, yaitu pada QS. 2:124, 2:125, 2:126, 2:130, 2:131, 2:132, 2:135, 2:136, 2:140, 2:258, 2:260, 3:65, 3:67, 3:68, 3:84, 3:95, 3:97, 4:54, 4:125, 4:163, 6:74, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:79, 6:80, 6:83, 6:161, 9:70, 9:114, 11:69, 11:70, 11:74, 11:75, 11:76, 12:6, 12:38, 14:35, 15:51, 16:120, 16:123, 19:41, 19:46, 19:58, 21:51, 21:60, 21:62, 21:69, 22:26, 22:43, 22:78, 26:69, 29:16, 29:31, 33:7, 37:83, 37:104, 37:109, 43:26, 51:24, 53:37, 57:26, 60:4, 78:19.
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu". (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56)
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64, Firman Allah SWT :
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan". Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64)
Pada Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 65-72, Firman Allah SWT :
kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Yakub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 65-72)
Pada Surat Al-An'aam [6] : ayat 74-78, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)?" Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'aam [6] : ayat 74-82)
Pada Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82, Firman Allah SWT :
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah?" Mereka menjawab: "Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya". Berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar (do'a)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?" Mereka menjawab: "(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian". Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam, (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat". (QS. Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82)
Pada Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 83-89, Firman Allah SWT :
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'araa' [26] : ayat 83-89)
Pada Surat Ibraahiim [14] : ayat 35-41, Firman Allah SWT :
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do'a. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS. Ibraahiim [14] : ayat 35-41)
Pada Surat Huud [11] : ayat 69-76, Firman Allah SWT :
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth." Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak. (QS. Huud [11] : ayat 69-76)
Usia : 175 tahun
Periode sejarah : 1997 - 1822 SM
Tempat diutus (lokasi) : Ur di daerah selatan Babylon (Irak)
Jumlah keturunannya (anak) : 13 anak
Tempat wafat : Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)
Sebutan kaumnya : Bangsa Kaldan
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 69 kali
ADA APA DGN SALJU?
Di antara doa-doa yang selalu dibaca Nabi saw adalah yang diriwayatkan ‘Aisyah, ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻏﺴﻞ ﺧﻄﺎﻳﺎﻱ ﺑﻤﺎﺀ ﺍﻟﺜﻠﺞ ﻭﺍﻟﺒﺮﺩ ﻭﻧﻖ ﻗﻠﺒﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﻳﺎ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻴﺖ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻟﺄﺑﻴﺾ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﺲ ‘Ya Allah, cucilah dosa-dosaku dengan air ES dan SALJU, dan bersihkanlah hatiku dari dosa- dosaku sebagai pakaian yang putih dibersihkan dari kotoran. ’ (HR Muslim).
Aisyah juga meriwayatkan bahwa Nabi saw berdoa, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada- Mu dari adzab neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari buruknya ujian kekayaan dan kemiskinan, dan berlindung kepada-Mu dari kejahatan dari huru-hara Dajjal. Ya Allah, bersihkanlah dosa-dosa kudengan air es dan salju, sucikanlah hatiku dari dosa- dosa sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran, dan jauhkanlah dariku dosa- dosa sejauh jarak timur dan barat. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelambanan, kepikunan, dosa, dan hutang. ’ (Shahih al-Bukhari, 5900)
Allah berfirman di dalam al-Al- Qur ’an, ‘Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. ’ (al-Anbiya’:30).
Saya akan berbicara ttg sbagian dari karakter air:
Air terdiri dua atom hidrogen n satu atom oksigen terhubung bersama2 dgn ikatan kovalen polar.
Polaritas ini (yg timbul akibat prbedaan elektron antara atom oksigen n atom hidrogen) menghimpun molekul-molekul air dgn ikatan hidrogen lemah yang memberi air itu karakteristik yg berbeda dan unik, yg tdk dimiliki cairan sejenis dgn struktur yg senyawa, dan hal ini mengakibatkan beberapa perubahan dlm karakteristik-karakteristik fisiknya.
Air, yang secara kimiawi dianggap sebagai bahan pelarut umum mempunyai suatu kemampuan yang besar untuk memecahkan banyak zat ion karena molekul polar air menyerang kristal campuran jika ia kualitas ion.
Ia mengisolasi kristal-kristal yang tertarik di dalam kisi kristal. Dan sebagai hasilnya adalah daya tarik yang bersifat mutual antara molekul polar air dan ion.
Daya tarik antara ion-ion itu terjadi di dalam kristal, dan sebagai hasilnya zat-zat yang terurai itu terpisah dari dari molekul-molekul air. (Seperti yang ditunjukkan gambar diatas)
Doa ini menyamakan dosa dan kesalahan dengan kotoran yang dibersihkan dengan air.
Jadi, bagaimana proses pembersihan dengan air itu terjadi?
Ketika noda dan kotoran menempel pada kain, maka berlangsung daya tarik antara kain dan kotoran.
Air menembus noda dan membasahi kain. Dan karena adanya kualitas polar dan kapiler pada air, maka air membuat kotoran itu larut dengan cara mengisolasi ion-ionnya satu sama lain, sehingga kekuatan perekat antara ion itu menjadi lemah,terutama jika ia termasuk zat yang larut di dalam air.
Jika noda bersifat lemak yang tidak larut dalam air, maka air terpental dalam bentuk bola-bola yang tidak membasahi permukaan kain karena kekuatan adesif (lekat) antara air dan noda lebih rendah daripada daya lekat molekul-molekul air itu sendiri.
Karena itu, kotoran tersebut harus dicuci dengan air dan sabun.
Karena pengurai pada sabun itu mengurangi tegangan permukaan air, sehingga sabun itu menyebar ke lemak dan bereaksi dengannya membentuk emulsi lemak, dan meningkatkan daya tarik-menarik antara air dan noda menjadi yang lebih kuat, sehingga kotoran meninggalkan permukaan kain.
Tetapi, doa di atas menunjukkan cara lain membersihkan, yaitu dengan air es.
Bagaimana bisa air es menjadi alat pembersih?
Kita semua tahu bahwa ketika air itu membeku, maka ia menjadi es pada suhu nol derajat, dan pola hubungan molekul-molekulnya juga berubah sehingga menjadi seperti lingkaran benzene.
Ada sebagian kotoran yang tidak bisa dibersihkan dengan air, atau dengan air dan sabun, karena daya lekat antara kotoran dan pakaian sangat besar, seperti noda lilin pada pakaian.
Ketika sepotong es diletakkan di atasnya, maka suhu dingin itu berfungsi mendekatkan molekul-molekul Artikel ini sehingga daya lekat antara Artikel tersebut dan pakaian menjadi berkurang, dan itu membuatnya terlepas dari pakaian.
Sedangkan salju itu terbentuk pada suhu yang lebih rendah dari nol-derajat. Jika ada kotoran yang membandel, maka air salju dapat mengurai partikel-partikel kotoran tersebut secara lebih kuat daripada es, sehingga kotoran tersebut terpisah dari pakaian dan hilang.
Doa ini menyamakan dosa dengan kotoran yang harus dicuci dengan air.
Sedangkan kotoran yang tidak bisa hilang dengan air itu dihilangkan dengan es.
Dan yang tidak bisa hilang dengan es itu dihilangkan dengan salju, agar tidak tersisa lagi dosa-dosa seseorang.
Rasulullah saw dalam hadits lain bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian jika di depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, lalu ia mandi di dalamnya lima kali setiap hari, apakah masih tersisa kotoran padanya?’ Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa sedikitpun kotoran padanya.’
Lalu Nabi bersabda, ‘Itulah perumpamaan shalat lima waktu. Allah akan menghapus dosa-dosa
denganya. ’ (HR Bukhari)
Ini adalah dalil lain bhw air merupakan sarana pembersih kotoran n dosa.
Mahasuci Allah yang mengajari Nabi yang ummi hakikat ilmiah.
Wassalam.
Aisyah juga meriwayatkan bahwa Nabi saw berdoa, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada- Mu dari adzab neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari buruknya ujian kekayaan dan kemiskinan, dan berlindung kepada-Mu dari kejahatan dari huru-hara Dajjal. Ya Allah, bersihkanlah dosa-dosa kudengan air es dan salju, sucikanlah hatiku dari dosa- dosa sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran, dan jauhkanlah dariku dosa- dosa sejauh jarak timur dan barat. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelambanan, kepikunan, dosa, dan hutang. ’ (Shahih al-Bukhari, 5900)
Allah berfirman di dalam al-Al- Qur ’an, ‘Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. ’ (al-Anbiya’:30).
Saya akan berbicara ttg sbagian dari karakter air:
Air terdiri dua atom hidrogen n satu atom oksigen terhubung bersama2 dgn ikatan kovalen polar.
Polaritas ini (yg timbul akibat prbedaan elektron antara atom oksigen n atom hidrogen) menghimpun molekul-molekul air dgn ikatan hidrogen lemah yang memberi air itu karakteristik yg berbeda dan unik, yg tdk dimiliki cairan sejenis dgn struktur yg senyawa, dan hal ini mengakibatkan beberapa perubahan dlm karakteristik-karakteristik fisiknya.
Air, yang secara kimiawi dianggap sebagai bahan pelarut umum mempunyai suatu kemampuan yang besar untuk memecahkan banyak zat ion karena molekul polar air menyerang kristal campuran jika ia kualitas ion.
Ia mengisolasi kristal-kristal yang tertarik di dalam kisi kristal. Dan sebagai hasilnya adalah daya tarik yang bersifat mutual antara molekul polar air dan ion.
Daya tarik antara ion-ion itu terjadi di dalam kristal, dan sebagai hasilnya zat-zat yang terurai itu terpisah dari dari molekul-molekul air. (Seperti yang ditunjukkan gambar diatas)
Doa ini menyamakan dosa dan kesalahan dengan kotoran yang dibersihkan dengan air.
Jadi, bagaimana proses pembersihan dengan air itu terjadi?
Ketika noda dan kotoran menempel pada kain, maka berlangsung daya tarik antara kain dan kotoran.
Air menembus noda dan membasahi kain. Dan karena adanya kualitas polar dan kapiler pada air, maka air membuat kotoran itu larut dengan cara mengisolasi ion-ionnya satu sama lain, sehingga kekuatan perekat antara ion itu menjadi lemah,terutama jika ia termasuk zat yang larut di dalam air.
Jika noda bersifat lemak yang tidak larut dalam air, maka air terpental dalam bentuk bola-bola yang tidak membasahi permukaan kain karena kekuatan adesif (lekat) antara air dan noda lebih rendah daripada daya lekat molekul-molekul air itu sendiri.
Karena itu, kotoran tersebut harus dicuci dengan air dan sabun.
Karena pengurai pada sabun itu mengurangi tegangan permukaan air, sehingga sabun itu menyebar ke lemak dan bereaksi dengannya membentuk emulsi lemak, dan meningkatkan daya tarik-menarik antara air dan noda menjadi yang lebih kuat, sehingga kotoran meninggalkan permukaan kain.
Tetapi, doa di atas menunjukkan cara lain membersihkan, yaitu dengan air es.
Bagaimana bisa air es menjadi alat pembersih?
Kita semua tahu bahwa ketika air itu membeku, maka ia menjadi es pada suhu nol derajat, dan pola hubungan molekul-molekulnya juga berubah sehingga menjadi seperti lingkaran benzene.
Ada sebagian kotoran yang tidak bisa dibersihkan dengan air, atau dengan air dan sabun, karena daya lekat antara kotoran dan pakaian sangat besar, seperti noda lilin pada pakaian.
Ketika sepotong es diletakkan di atasnya, maka suhu dingin itu berfungsi mendekatkan molekul-molekul Artikel ini sehingga daya lekat antara Artikel tersebut dan pakaian menjadi berkurang, dan itu membuatnya terlepas dari pakaian.
Sedangkan salju itu terbentuk pada suhu yang lebih rendah dari nol-derajat. Jika ada kotoran yang membandel, maka air salju dapat mengurai partikel-partikel kotoran tersebut secara lebih kuat daripada es, sehingga kotoran tersebut terpisah dari pakaian dan hilang.
Doa ini menyamakan dosa dengan kotoran yang harus dicuci dengan air.
Sedangkan kotoran yang tidak bisa hilang dengan air itu dihilangkan dengan es.
Dan yang tidak bisa hilang dengan es itu dihilangkan dengan salju, agar tidak tersisa lagi dosa-dosa seseorang.
Rasulullah saw dalam hadits lain bersabda, ‘Bagaimana pendapat kalian jika di depan pintu salah seorang dari kalian terdapat sungai, lalu ia mandi di dalamnya lima kali setiap hari, apakah masih tersisa kotoran padanya?’ Mereka menjawab, ‘Tidak akan tersisa sedikitpun kotoran padanya.’
Lalu Nabi bersabda, ‘Itulah perumpamaan shalat lima waktu. Allah akan menghapus dosa-dosa
denganya. ’ (HR Bukhari)
Ini adalah dalil lain bhw air merupakan sarana pembersih kotoran n dosa.
Mahasuci Allah yang mengajari Nabi yang ummi hakikat ilmiah.
Wassalam.
Langganan:
Postingan (Atom)